Page 20 - BUKU AJAR PERKAWINAN DALAM ISLAM DAN HIKMAHNYA_Neat
P. 20
89
memenuhi berbagai rukun dan persyaratan syara’ dan tidak terdapat mani’ padanya. Dengan
kata lebih ringkas, sah adalah apabila terpenuhi syarat dan rukun.
90
Sedangkan kata batal berasal dari bahasa Arab yaitu bathala yang artinya batal. kata batal
91
juga dikenal dengan istilah fasad yang artinya rusak. Kata al-buthlan (batal) adalah kebalikan
dari pengetian sah, yaitu suatu perbuatan yang tidak memenuhi semua kriteria yang dituntut
oleh syara’. Kata lainnya adalah, jika salah satu persyaratan atau rukun dari suatu perbuatan
92
yang disyari’atkan tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut disebut batal.
Suatu pernikahan dinyatakan sah apabila terpenuhi ketentuan-ketentuannya. Akibat yang
ditimbulkan adalah pernikahan itu diakui secara hukum. Adanya hak dan kewajiban timbul
akibat adanya hukum itu dinyatakan sah dan pernikahan itu dapat berlaku. Sebaliknya suatu
pernikahan dinyatakan batal apabila tidak terpenuhi ketentuan hukum yang terkait, meskipun
itu satu dari beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Suatu pernikahan dinyatakan sah apabila
terpenuhi syarat dan rukunnya. Sebagaimana ketentuan-ketentuan tentang syarat dan rukunnya
pernikahan yang telah disebutkan pada uraian di atas.
Batalnya suatu akad pernikahan juga disebut dengan istilah fasakh. Istilah fasakh berasal dari
bahsa Arab ”fasaha – yafsakhu - faskhan” yang berarti rusak atau batal. Seperti dalam kalimat
al amra awil ’aqda : taqadhdhu, artinya membatalkan, dan kalimat syaian : farraqahu, artinya
93
memisah-misahkan : mencerai-beraikan. Menurut Muhammad Abu Zahra, fasakh (nikah)
itu sebenarnya adalah suatu yang datang kemudian yang menghalangi kelangsungan nikah
sebagai sesuatu usulan terhadap perkara yang bersama-sama dengan timbulnya nikah,
94
sehingga dijadikan akad itu tidak lazim. Menurut Imam Malik sebab-sebab putusnya
perkawinan adalah talak, khulu' khiyar/fasakh, syiqaq, nusyuz, ila' dan zihar. Menurut Imam
Syafi,i bahwa sebab-sebab putusnya perkawinan adalah talak, khulu', fasakh, khiyar, syiqaq,
95
nusyuz, ila', zihar dan li'an.
Jumhur ulama berpendapat bahwa terdapat hal lain yang menjadi syarat sahnya pernikahan,
yaitu pemberian mahar dari calon suami kepada calon istri. Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa
pernikahan dinyatakan sah apabila sudah memenuhi dua syarat, yaitu perempuan yang akan
dinikahi adalah perempuan yang halal untuk dijadikan sebagai istri dan adanya saksi yang
96
menyaksikan prosesi akad pernikahan. Selanjutnya yang dimaksud dengan rukun nikah
adalah sesuatu yang harus ada atau dilakukan atau diwujudkan untuk terlaksananya suatu
pernikahan dan apabila satu diantara rukun itu tidak ada atau terlewatkan maka pernikahan itu
98
97
menjadi batal. Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa rukun nikah ialah ijab dan qabul.
Sedang menurut Mazhab Maliki, rukun nikah ada lima, yaitu wali mempelai wanita, mahar,
suami, istri, dan sighat. Menurut Mazhab Syafi’i menyebutkan rukun nikah juga ada lima, yaitu
99
suami, istri, wali, dua saksi, dan sighat.
89 Abd. Rahman Dahlan, Ushul fiqih, (Penerbit Amzah, Jakarta, 2018). Halaman 83.
90 Ahmad Warson Munawwir, Op.Cit., halaman 92.
91 Ahmad Warson Munawwir, Ibid., halaman 1055.
92 Abd. Rahman Dahlan, Op. Cit. halaman 83.
93 Ahmad Warson Munawwir, Op.Cit., Halaman 1054.
94 Muhammad Abu Zahrah, Al-Akhwal Asy-Syakhsiyah, (Beirut: Dar Al-Fikri AlArabi,tth). halaman. 324.
95 Amir Nuruddin, Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fiqih, UU No. 1/1974
Sampai KHI), (Jakarta: Kencana prenada media group, Cet. ke-3, 2006), hlm. 208.
96 Sayyid Sabiq, Ibid., halaman 270.
97 Hasan Hasanain, Ahkam al-Usrati al-Islamiyah, (Madinah: dar al-afaq, 2000), Halaman 97.
98 Abdu al-Rahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah juz V, Halaman 37.
99 Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, Op. Cit., Halaman 29.
20