Page 18 - BUKU AJAR PERKAWINAN DALAM ISLAM DAN HIKMAHNYA_Neat
P. 18
mempelai pria atau walinya, wali dari mempelai wanita atau wakilnya dan dua orang
78
saksi. Pemberian mahar dari calon suami kepada calon istri juga menjadi sahnya
suatu pernikahan. Akan tetapi, seberapa besarnya mahar tidak terdapat ketentuan di
dalamnya dan pemberian itu pun dapat dilaksanakan pada saat ijab qabul ataupun dihutang
yakni sesudah dilakukan ijab qabul.
2. Wali Nikah
Wali nikah adalah orang yang berhak menikahkan perempuan dengan laki-laki sesuai
dengan ketentuan syari’at. Wali nikah memiliki kedudukan penting dalam menentukan sah
tidaknya suatu pernikahan. Pernikahan tanpa wali menyebabkan tidak sahnya pernikahan
sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam HR. Asy-Syafi’i menyebutkan ”la nikaha illa
biwaliyyin mursyidan, artinya tidak sah pernikahan kecuali dengan wali yang dewasa”.
Juga hadits yang diriwayatkan dari Imran bin Hushain bahwa Nabi SAW bersabda : ”La
nikaha illa biwaliyyin wasyahida ’adlin, tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua
79
orang saksi yang adil”. Akad nikah akan menjadi sah apabila ada wali yang
menikahkannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, ”Perempuan mana saja yang
80
menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya batal”. Sabda Rasulullah SAW yang
lain, ” Janganlah seorang perempuan menikahkan perempuan lainnya, dan janganlah
81
perempuan menikahkan dirinya sendiri.”
Secara garis besar terdapat dua macam wali nikah, yaitu wali nasab dan wali hakim. Wali
nasab adalah wali karena adanya hubungan darah (kerabat), sedang wali hakim adalah
orang yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan dan sebab
tertentu. Sebab berpindahknya hak kewalian dari wali nasab kepada wali hakim
diantaranya karena tidak adanya wali nasab atau karena gugurnya hak wali nasab karena
sebab tertentu, seperti murtad, gila dan lain-lain.
Adapun urutan wali nikah adalah ayah kandung, kakek dari ayah dan seterusnya ke atas,
saudara laki-laki kandung baik seayah ataupun seibu, saudara laki-laki se ayah, anak laki-
laki saudara laki-laki kandung, anak laki-laki saudara laki-laki seayah, paman kandung
ayah, paman (saudara ayah) seayah, anal laki-laki dari paman kandung, anak laki-laki dari
paman seayah dan wali hakim.
Selain tingkatan wali di atas, terdapat tiga macam wali, yakni wali mujbir, wali hakim dan
wali adhal. Wali mujbir yaitu wali yang mempunyai hak menikahkan orang yang
diwalikan tanpa minta izin dan menanyakan terlebih dahulu pendapat mereka. Hal ini
dilakukan sebagai pertimbangan atas kepentingan orang yang diwalikan. Seperti kepada
anak yang belum tamyiz (dewasa) dan bagi perempuan yang kurang kemampuannya,
misalnya kepada orang yang kurang sempurna akalnya. Sehingga kepada selain yang telah
disebutkan, dianjurkan wali meminta izin terlebih dahulu kepada wanita yang akan
dinikahkan sebagaimana sabda Nabi SAW, “Perempuan yang telah janda lebih berhak atas
dirinya daripada walinya dan perempuan yang masih perawan diminta izin dari dirinya
82
dan izinnya ialah diamnya.” (HR Tirmidzi, Ahmad, Muslim).
78 Ahmad Rofiq. Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.) Hlm. 7
79 Subul As-salam, juz 3 halaman 987.
80 Abi Isa Muhammad bin Isa bin Sauroh Attirmidz, Sunan Tirmidzi, (Beirut Lebanon:Darul Fikr, tth). h. 352.
81 Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Quzwaini, Sunan Ibnu Majjah, Jilid 1, (Semarang : Karya Thoha Putra, tth). h. 605.
82 HR. Al-Bukhari (no. 5136) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1419) kitab an-Nikaah, at-Tirmidzi (no. 1107) kitab an-Nikaah, dan ia mengatakan: “Hadits
hasan shahih,” an-Nasa-i (no. 3265) kitab an-Nikaah, Abu Dawud (no. 2092) kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no. 1871) kitab an-Nikaah, Ahmad (no.
7091), ad-Darimi (no. 2186) kitab an-Nikaah.
Referensi : https://almanhaj.or.id/2661-gadis-diminta-izinnya-janda-diminta-perintahnya-mempertimbangkan-al-kafaa-ah.html
18