Page 15 - BUKU AJAR PERKAWINAN DALAM ISLAM DAN HIKMAHNYA_Neat
P. 15

E.  Pernikahan Terlarang

                    Beberapa pernikahan terlarang antara lain nikah mut’ah, nikah syigar, nikah tahlil, dan nikah
                    beda  agama.  Nikah  mut’ah  yaitu  pernikahan  yang  dilakukan  dengan  tujuan  melampiaskan
                    hawa  nafsu  dan  bersenang-senang  untuk  sementara  waktu.  Nabi  Muhammad  SAW  telah
                                           68
                    melarang  nikah  mut’ah.  Nikah  syigar (kawin tukar) yaitu seorang wanita  yang dinikahkan
                    walinya  dengan  laki-laki  lain  tanpa  mahar,  dengan  perjanjian  bahwa  laki-laki  itu  akan
                    menikahkan wali wanita tersebut dengan wanita yang berada di bawah perwaliannya.  Mahar
                                                                                           69
                    dalam  pernikahan  sighar  ini  adalah  kemaluan  kedua  wanita  itu  sendiri.   Nikah  tahlil,  yaitu
                    pernikahan  dimana  seorang  suami  yang  mentalak  istrinya  yang  sudah  dijima’nya  agar  bisa
                    dinikahi lagi oleh suami pertamanya yang pernah menjatuhkan talak tiga (thalaq ba’in kubra)
                    kepadanya.  Nikah  beda  agama,  pernikahan  yang  dilakukan  dengan  keadaan  beda  agama,
                    sebagaimana QS. Al-Baqarah (2) : 221.

                    Jenis  dan  bentuk  lain  pernikahan  yang  dilarang  oleh  Islam,  menurut Sayyid  Sabiq,  pertama
                    pernikahan  yang  tanpa  disertai  ikatan  secara  resmi  sebagaimana  QS.  An-Nisa’  (4)  :  25,
                    ”...bukan  (pula)  perempuan  yang  mengambil  laki-laki  lain  sebagai  piaraannya  ...”.  Kedua,
                                                         70
                    pernikahan badal (tukar menukar istri).

                    Hukum Pernikahan Terlarang

                    Beberapa dalil naqli yang dapat dijadikan dasar pelarangan dilakukan pernikahan seorang laki-
                    laki dengan wanita antara lain QS. Al-Baqarah (2) : 221.

                              Artinya : “ dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
                              Sesungguhnya wanita budak yang  mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia
                              menarik  hatimu.  dan  janganlah  kamu  menikahkan  orang-orang  musyrik  (dengan  wanita-
                              wanita mukmin) sebelum  mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
                              dari  orang  musyrik,  walaupun  Dia  menarik  hatimu.  mereka  mengajak  ke  neraka,  sedang
                              Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-
                                                                                                        71
                              Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

                    Pada ayat di atas adalah dalil adanya larangan nikah beda agama. Selanjutnya sebagaimana QS.
                    Al-Baqarah (2) : 230 dijadikan dalil larangan adanya nikah tahlil, sebagai berikut :

                              Artinya  :  ”kemudian  jika  si  suami  mentalaknya  (sesudah  Talak  yang  kedua),  Maka
                              perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian
                              jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami
                              pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan
                              hukum-hukum  Allah.  Itulah  hukum-hukum  Allah,  diterangkan-Nya  kepada  kaum  yang
                                               72
                              (mau) mengetahui.”

                    Berdasarkan QS al-Baqarah ayat 230 di atas, suami yang telah mentalak (menceraikan) istrinya
                    (thalak bai’in kubra) dapat menikahinya kembali setelah istri telah menikah dengan orang lain,
                    telah  melakukan  hubungan  seksual  dengan  suami  keduanya  dan  telah  dithalak  oleh  suami
                    keduanya secara normal tanpa rekayasa yang ada kaitanya dengan suami pertama wanita itu.




               68  Husain Abdul Hamid Abu Nashir Naik , Op. Cit., halaman 504.
               69  Husain Abdul Hamid Abu Nashir Naik, Ibid., halaman 501.
               70  Sayyid Sabiq, Op. Cit. halaman 197-198.
               71  QS. 2 : 221.
               72  QS. 2 : 230.
                                                                                                             15
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20