Page 19 - BUKU AJAR PERKAWINAN DALAM ISLAM DAN HIKMAHNYA_Neat
P. 19

Wali hakim, yaitu orang yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah karena
                        keadaan  dan  sebab  tertentu.  Wewenang  wali  nasab  dapat  berpindah  kepada  wali  hakim
                        dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya pertentangan diantara para wali dan karena
                        tidak  adanya  wali  nasab  yang  disebabkan  karena  meninggal,  hilang  atau  gaib  (tidak
                        diketahui keberadaannya).

                        Wali  adhal,  yaitu  wali  yang  menolak  atau  enggan  untuk  menikahkan  perempuan  yang
                        berada dibawah kewaliannya. Para ulama sepakat apabila ditemukan keadaan seperti ini,
                        adanya  wali  yang  menolak  menikahkan  tanpa  alasan  yang  dapat  diterima,  sementara
                        mempelai laki-laki dalam keadaan sekufu dengan mempelai wanita untuk dinikahi dengan
                        mahar mitsil sedang mempelai wanita menyetujui pernikahan ini maka wanita itu memiliki
                        hak  dinikahkan  oleh  wali  hakim.  Apabila  penolakan  yang  dilakukan  wali  adhal
                        berdasarkan  pertimbangan  yang  masuk  akal,  misalnya  karena  tidak  sekufu  atau  karena
                        maharnya kurang dari mahar mitsil, maka perwaliannya tetap berada pada wali nasab dan
                                                          83
                        tidak berpindah kepada wali hakim.

                    3.  Saksi Nikah

                        Mayoritas ulama sepakat bahwa pernikahan tidak sah kecuali ada saksi ketika akad nikah
                        dilangsungkan, meskipun kabar tentang pernikahan telah disampaikan melalui sarana yang
                            84
                        lain.   Sayyid  Sabiq  mengatakan  bahwa  pada  dasarnya  maksud  dari  kesaksian  adalah
                        sebagai  penberitahuan.  Rasulullah  SAW  bersabda,  ”Pernikahan  dinyatakan  tidak  sah
                                                                                              85
                        kecuali jika ada walinya (orang yang menikahkan) dan dua orang saksi.”
                        Orang yang berhak menjadi saksi adalah dua orang laki-laki dengan terpenuhinya syarat.
                        Meskipun  pada  suatu  acara  ijab  qabul  suatu  pernikahan  sesunggunhnya  dihadiri  oleh
                        banyak  orang  yang  sekaligus  mereka  adalah  saksi.  Namun  kesaksian  yang  menjadikan
                        sahnya suatu akad nikah adalah saksi yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan syari’at.
                        Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2) : 282, artinya : ” ... dan persaksikanlah
                        dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki,
                        Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
                           86
                        ...”

                        Berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 282, Sayid Sabiq memberikan komentar bahwa karena
                        pernikahan sama dengan akad jual beli, maka persaksian perempuan dinyatakan sah jika
                                                87
                        disertai dengan laki-laki.  Dalam hal ini dapat diambil pengertian bahwa pernikahan dapat
                        dinyatakan sah apabila disaksikan oleh seorang laki-laki dan dua orang wanita.

                H.  Sah dan bathalnya Pernikahan

                    Kata  sah  berasal  dari  bahasa  Arab  yaitu  kata  shahhun,  yang  diberi  arti  selamat  dari  cela,
                         88
                    cacat.   istilah  lain adalah  sahih  yang secara etimologi  berarti suatu dalam kondisi  baik dan
                    tidak cacat. Menurut istilah ushul fiqih, kata sah digunakan pada suatu ibadah atau akad yang
                    dilaksanakan dengan melengkapi segala syarat dan rukunnya. Menurut Abd. Rahman Dahlan
                    (2018)  bahwa  kata  shihhah  atau  sah  adalah  suatu  perbuatan  yang  telah  memiliki  sebab,



               83  Djejen  Zainuddin dan Mundzier Suparta, Op. Cit., Halaman 79.
               84  Sayyid Sabiq, Op. Cit., halaman 271.
               85  HR At-Tirmidzi, Kitab An Nikah, Bab Ma ja’a la nikaha illa bi bayyinah,  Jilid 3, halaman 403.
               86  Al-Qur’an dan Terjemahnya, QS.(2) : 282.
               87 Sayyid Sabiq, Op. Cit., halaman 275.
               88  Ahmad Warson Munawwir, Op. Cit., halaman 764.
                                                                                                             19
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24