Page 32 - Bahtera_Sebelum_Nabi_Nuh_Kisah_Menakjubkan_tentang_Misteri_Bencana
P. 32
BAJI DI ANTARA KITA
pun lahir sehingga dalam kombinasinya dapat mencatat kata-kata,
ujaran, tata bahasa, dan akhirnya literatur naratif dalam bahasa
Sumeria dan Akkadia—serta bahasa-bahasa Timur Tengah kuno
lainnya—dengan semua tuntutan mereka yang halus dan rumit.
Bahkan hari ini kita dapat membayangkan hal-hal penting
yang pastinya muncul, seperti keharusan untuk menyepakati
sebuah lambang baru yang sebelumnya tidak diperlukan, atau
menemukan sebuah lambang untuk menuliskan sesuatu yang
tidak dapat digambarkan. Tidak seorang pun selain Lewis Carrol
dapat membayangkan penggambaran sebuah ‘it, itu’, misalnya,
tetapi sebuah lambang diperlukan untuk kata sepenting itu. Jalan
keluarnya adalah menggunakan sebuah lambang yang sudah ada
tetapi jarang digunakan dan memberinya makna baru. Lambang
kendi dalam bahasa Sumeria semula digunakan untuk menuliskan
‘bir’ (dilafalkan kaš) tetapi lambang itu tidak memiliki kegunaan
lain selain untuk kendi. Lambang inilah yang diambil untuk
menuliskan bi. Jadi akhirnya lambang kendi memiliki makna
kash, yang berarti ‘bir’, dan bi, yang berarti ‘itu’.
Lambang Sumeria ka melambangkan ‘mulut’, dengan meng-
gunakan gambar kepala laki-laki dengan penekanan pada bagian
yang menonjol. Lambang yang sama juga dapat digunakan untuk
menulis kata-kata dug , ‘berbicara’, zú, ‘gigi’, kir , ‘hidung’,
4
4
inim, ‘kata’, dengan makna dan pelafalannya tergantung konteks.
Lambang ka ini juga dapat berfungsi sebagai sebuah kotak di
mana sebuah lambang yang lebih kecil di dalamnya memberi
arti baru dan bunyi baru. Lambang kecil ninda ini, yang berarti
‘makanan’, dimasukkan ke dalam ka untuk men ciptakan sebuah
lambang baru, gu , yang artinya ‘makan’, dan a, ‘air’, dimasukkan
7
ke dalam ka untuk menciptakan nag, ‘minum’.
http://facebook.com/indonesiapustaka 21

