Page 299 - My FlipBook
P. 299

Isu-Isu Keummatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan Universal


                neraka dan satu di surga. Seorang qadi yang mengatahui kebenaran dan

                mengadili dengan kebenaran tersebut, dialah yang di surga. Kedua, qadli
                yang  mengetahui  kebenaran,  tapi  mengkhianatinya,  ia  mengadili  dengan

                menyelisihi kebenaran tersebut. Orang ini tempatnya neraka. Dan seorang

                lagi mengadili manusia atas dasar kejahilan, ia di neraka.” Maka, kalaulah
                orang yang mengadili manusia pada urusan harta, jiwa dan kehormatan, jika

                tidak berilmu dan tidak pula adil mesti di neraka, lalu bagaimana dengan

                seseorang yang mengadili manusia pada urusan keyakinan dan agama, pokok-
                pokok keimanan, ma’rifat Allah (pengetahuan tentang Allah) tanpa ilmu dan
                           188
                keadilan?.”


                       Sikap  toleransi  keberagamaan  yang  dicontohkan  Rasulullah,  tidak
                berhenti  sepeninggal  beliau.  Namun  juga    dilestarikan  oleh  khulafâ’  al-

                râsyidûn seperti yang catat oleh sejarawan dan sosiolog muslim Ibnu Khaldûn
                tentang politik kemajemukan yang dilaksanakan secara cerdas oleh Khalifah

                ‘Umar Ibn Khaththâb ketika menginjakkan kakinya di Bayt al-Maqdis. Politik

                kemajemukan sarat dengan muatan toleransi, apresiasi terhadap keyakinan
                beragama masyarakat Aelia, nir-kekerasan dan intimidasi teologis. “’Umar

                Ibnu Khaththab datang ke Syam, dan mengikat perjanjian perdamaian dengan

                penduduk  Ramalla  atas  syarat  mereka  membayar  jizyah.  Kemudian  Ia
                perintahkan ‘Amr ibn ‘Ash dan syarahbil untuk mengepung Bayt al-maqdis.

                Setelah pengepungan itu membuat mereka sangat menderita, mereka minta
                perdamaian dengan syarat bahwa keamanan mereka ditanggugn oleh ‘Umar

                sendiri. ‘Umar pun dating kepada mereka dan ditulisnya perjanjian keamanan
                untuk mereka yang sebagian isinya adalah : “Dengan nama Allah Yang Maha




           188  Ibnu Taymiyah, Al-Jawab al-shahih Liman Baddala Din al-Masih I/22. Lihat pula, Mohammad
           Shalih  bin  Yusuf  al-‘Aliy,  Inshaf  Ahl  al-sunnah  wa  al-Jama’ah  wa  Mu’amalatuhum    li
           Mukhalifihim (Jeddah: Dar al-Andalus al-Khadlra’, 1416 H), hal. 18




                                                                                       287
   294   295   296   297   298   299   300   301   302   303   304