Page 518 - My FlipBook
P. 518
Bagian Kempat
makhluk, sehingga Allah tidak mempedulikan di lembah mana mereka akan binasa.” (HR
at-Tirmidzi, al-Hakim, dan at-Tabhrani).
Hamka menulis dalam Tafsirnya tentang pasangan homoseksual yang
tertangkap tangan: “Sahabat-sahabat Rasulullah saw. yang diminta pertimbangannya
oleh Sayyidina Abu Bakar seketika beliau jadi Khalifah, apa hukuman bagi kedua orang
yang mendatangi dan didatangi itu, karena pernah ada yang tertangkap basah,
semuanya memutuskan wajib kedua orang itu dibunuh.” (Lihat, Tafsir al-Azhar, Juzu’ 8).
Tapi, berbeda dengan pemahaman umat Islam yang normal, justru di akhir
wawancaranya, Prof. Musdah pun menegaskan:
“Islam mengajarkan bahwa seorang lesbian sebagaimana manusia lainnya sangat
berpotensi menjadi orang yang salah atau taqwa selama dia menjunjung tinggi nilai-nilai
agama, yaitu tidak menduakan Tuhan (syirik), meyakini kerasulan Muhammad Saw serta
menjalankan ibadah yang diperintahkan. Dia tidak menyakiti pasangannya dan berbuat
baik kepada sesama manusia, baik kepada sesama makhluk dan peduli pada
lingkungannya. Seorang lesbian yang bertaqwa akan mulia di sisi Allah, saya yakin ini.”
Logika-logika yang dipakai Musdah Mulia semacam ini sama sekali tidak dapat
dikatakan sebagai ”ijtihad”, karena dilakukan dengan semena-mena dan merusak
tatanan hukum Islam. Dia tidak menggunakan metode yang dapat diuji oleh para
ilmuwan di bidang hukum Islam. Di dalam Hermenetika Kristen saja, ada atata aturan
yang harus dipenuhi oleh seorang penafsir. Tidak bebas begitu saja menafsirkan Bibel
menurut kehendak masing-masing. Sebuah buku berjudul Hermeneutik: Prinsip dan
Metode Penafsiran Alkitab karya Pdt. Hasan Sutanto, M.Th., (Malang: Seminari Alkitab
Asia Tenggara, 1998), menyebutkan banyak syarat dalam pemberlakukan metode
analisa konteks.
Jika metodeologi pengambilan hukum Islam dihancurkan, maka akan muncullah
penafsiran yang serampangan dan asal bunyi. Sebagai contoh, untuk menghalalkan
pekawinan sesama jenis, Jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Semarang edisi 25, Th XI,
2004, yang membuat laporan utama Indahnya Kawin Sesama Jenis, membuat
pengantar redaksi:
“Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu
yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun
dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun
sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan
kebablasan.”
506