Page 520 - My FlipBook
P. 520

Bagian Kempat



                    Dari sini jelas, bahwa ijtihad Umar menggugurkan had potong  tangan dalam
            beberapa kasus pencurian dibawah pemerintahannya adalah karena tunduk di bawah
            aturan  syariat  Al  Qur’an  dan  hadits,  dan  bukan  disandarkan  pada  logika  dan
            kemaslahatan semata. Adalah tidak  masuk akal, Umar bin Khathab berani melanggar
            atau  mengubah  nash-nash  yang  qath’iy,  sedangkan  ketika  itu  para  sahabat  begitu
            kritisnya dalam setiap masalah agama. Tindakan Umar r.a. dalam masalah hukuman bagi
            pencuri pun sudah disetujui oleh para sahabat, karena tidak menyalahi al-Quran dan
            sunnah Rasulullah saw.

                    Kasus pengguguran hukum potong tangan bagi sebagian pencuri telah dibahas
            secara mendalam oleh Dr. Muhammad Baltaji dalam tesis masternya di Fakultas Syariah
            Universitas  Kairo,  yang  berjudul  Manhaj  Umar  Ibn  Khathab  fii  at-Tasyri’:  Diraasatu
            Mustaw’abah  li-Fiqhi  Umar  wa-Tandziimaatihi.  (Diterbitkan  oleh  Penerbit  Khalifa
            dengan  judul  ”Metodologi  Ijtihad  Umar  bin  al-Khathab”,  2003).  Umar  bin  Khathab
            tidaklah menggugurkan hukum potong tangan bagi pencuri, tetapi beliau menerapkan
            hukum itu untuk kondisi tertentu, dan tidak menerapkannya untuk kondisi yang lain.

                    Hukum potong tangan bagi pencuri telah diterapkan oleh Rasulullah saw dan
            juga oleh Abu Bakar r.a. Umar pun menerapkan hukum tersebut terhadap Samurah yang
            kedapatan mencuri. Tetapi, di musim paceklik, Umar tidak menerapkan hukum tersebut,
            karena  memang  ada  hadits  Rasulullah  saw:    ”Tidak  ada  potong  tangan  pada  masa
            (tahun) paceklik yang teramat sangat.”  Sejumlah ulama, seperti Ibnul Qayyim dan al-
            Auzai juga berpendapat bahwa dalam keadaan paceklik, maka hukum potong tangan
            digugurkan.
                    Muhammad Baltaji berpendapat, bahwa bukan hanya paceklik nasional yang
            menjadi kondisi digugurkannya hukum ini, bahkan dalam kondisi peceklik  personal  –
            yang  memaksa  seseorang  mencuri  karena  lapar  –  maka  hukum  potong  tangan  pun
            digugurkan. Ibnul Qayyim, sebagaimana dikutip Baltaji menyatakan:

                    ”Dan  sesuai  dengan  sunnah,  bahwa  jika  ada  kelaparan  dan  kebutuhan  yang
                    teramat  sangat,  yang  menyebabkan  seseorang  merasa  butuh  dan  bahkan
                    menjadi  keharusan  baginya  untuk  memperoleh  barang  yang  dibutuhkan  itu,
                    maka seorang pencuri akan bebas dari tuntutan, karena keadaan darurat untuk
                    menyambung  nyawanya.  Dan  dalam  keadaan  yang  demikian  itu,    wajib  bagi
                    orang yang memiliki sesuatu untuk memberikan barangnya itu secara  cuma-
                    cuma, karena setiap orang wajib memberikan kemudahan dan membantu orang
                    lain  untuk  menjaga  nyawanya.  Dan  inilah  alasan  kuat  digugurkannya  potong
                    tangan bagi orang yang dalam keadaan terpaksa.”




            508
   515   516   517   518   519   520   521   522   523   524   525