Page 516 - My FlipBook
P. 516

Bagian Kempat



            Walisongo Semarang, melalui Jurnal Justisia,  yang dengan semena-mena menghalalkan
            homoseksual karena praktik itu memberikan manfaat bagi pelakunya.
                    Pandangan Musdah bisa disimak lebih jauh  di  Jurnal Perempuan edisi Maret
            2008  yang menurunkan edisi khusus tentang seksualitas lesbian. Di sini, Prof. Musdah
            mendapat  julukan  sebagai  “tokoh  feminis  muslimah  yang  progresif”.  Dalam
            wawancaranya, ia secara jelas dan gamblang menyetujui perkawinan sesama jenis. Judul
            wawancaranya pun sangat provokatif: “Allah hanya Melihat Taqwa, bukan Orientasi
            Seksual Manusia”.
                    Menurut Profesor Musdah, definisi perkawinan adalah: “Akad yang sangat
            kuat (mitsaaqan ghaliidzan) yang dilakukan secara sadar oleh dua orang untuk
            membentuk  keluarga  yang  pelaksanaannya  didasarkan  pada  kerelaan  dan
            kesepakatan kedua belah pihak.”   Definisi semacam ini biasa kita dengar. Tetapi,
            bedanya,  menurut  Musdah  Mulia,  pasangan  dalam  perkawinan  tidak  harus
            berlainan jenis kelaminnya. Boleh saja sesama jenis.

                    Simaklah  kata-kata  dia  berikutnya,  setelah  mendefinisikan  makna
            perkawinan menurut Al-Qur’an:

                    “Bahkan,  menarik  sekali  membaca  ayat-ayat  Al-Qur’an  soal  hidup
                    berpasangan  (Ar-Rum,  21;  Az-Zariyat  49  dan  Yasin  36)  di  sana  tidak
                    dijelaskan  soal  jenis  kelamin  biologis,  yang  ada  hanyalah  soal  gender
                    (jenis kelamin sosial). Artinya, berpasangan itu tidak mesti dalam konteks
                    hetero,  melainkan  bisa  homo,  dan  bisa  lesbian.  Maha  Suci  Allah  yang
                    menciptakan manusia dengan orientasi seksual yang beragam.”

            Selanjutnya, dia katakan:
                    “Esensi ajaran agama adalah memanusiakan manusia, menghormati manusia
                    dan memuliakannya. Tidak peduli apa pun ras, suku, warna kulit, jenis kelamin,
                    status sosial dan orientasi seksualnya. Bahkan, tidak peduli apa pun agamanya.”

                    Prof. Dr. Siti Musdah Mulia pun merasa geram dengan masyarakat yang hanya
            mengakui  perkawinan  berlainan  jenis  kelamin  (heteroseksual).  Menurutnya,  agama
            yang hidup di masyarakat sama sekali tidak memberikan pilihan kepada manusia.
                    “Dalam hal orientasi seksual misalnya, hanya ada satu pilihan, heteroseksual.
                    Homoseksual,  lesbian,  biseksual  dan  orientasi  seksual  lainnya  dinilai
                    menyimpang dan distigma sebagai dosa. Perkawinan pun hanya dibangun untuk
                    pasangan  lawan  jenis,  tidak  ada  koridor  bagi  pasangan  sejenis.  Perkawinan




            504
   511   512   513   514   515   516   517   518   519   520   521