Page 512 - My FlipBook
P. 512
Bagian Kempat
menikah dengan laki-laki non-Muslim, atau pernikahan beda agama secara
lebih luas amat diperbolehkan, apapun agama dan aliran kepercayaannya.”
Dari hasil penelitian Litbang Depag tentang paham liberal keagamaan di
lingkungan UIN Jakarta, diteliti tentang satu organisasi mahasiswa UIN Jakarta (Formaci)
yang berpaham liberal yang pernah menolak kewajiban jilbab di UIN, mendukung
sekularisasi, menolak penerapan syariat Islam di berbagai daerah, dan mendukung
perkawinan beda agama. Dengan berpegang kepada paham kebebasan berpikir dan atas
dasar kemanusiaan, anggota Formaci sering menjadi saksi pernikahan beda agama.
Ditulis dalam laporan penelitian ini: “Seseorang yang sudah pacaran 5 tahun kemudian
mau menikah terhalang oleh perbedaan agama, memberi arti bahwa agama hanyalah
sebagai penghalang bagi terlaksananya niat baik dua insan untuk membangun rumah
tangga.”
Dari contoh ini bisa dilihat, bagaimana metodologi kontekstual historis yang
digunakan sangat sembarangan dan menjadikan satu hukum menjadi relatif dan tidak
tetap. Padahal, dalam pandangan Islam, masalah agama adalah hal pinsip dalam
perkawinan. Dengan model tafsir hermeneutis ala kontekstual historis semacam itu,
hukum Islam bisa diubah sesuai dengan kemauan siapa saja yang mau mengubahnya,
karena tidak ada standar dan metodologi yang baku.
Cara seperti ini tidak bisa diterapkan dalam penafsiran al-Quran, sebab al-Quran
adalah wahyu yang lafaz dan maknanya dari Allah, bukan ditulis oleh manusia. Karena
itu, ketika ayat-ayat al-Quran berbicara tentang perkawinan, khamr, aurat wanita, dan
sebagainya, al-Quran tidak berbicara untuk orang Arab. Maka, dalam penafsiran al-
Quran, memang tidak mungkin lepas dari makna teks, karena al-Quran memiliki teks
yang final dan tetap. Teks al-Quran tidak berubah sepanjang masa, dan maknanya tetap
terjaga, sejak diturunkan sampai sekarang dan nanti. Jadi, meskipun ayat tentang khamr
diturunkan di Arab, dan dalam bahasa Arab, ayat itu berbicara kepada semua manusia,
bukan hanya ditujukan kepada orang Arab yang hidup di daerah panas dan sudah
kecanduan khamr. Maka, khamr haram bagi semua manusia, sedikit atau banyak, baik
untuk orang Arab atau tidak.
Begitu pula dengan kewajiban menutup aurat bagi wanita. Ayat tentang
kewajiban menutup aurat bagi wanita (QS 24:31 dan 33:59), sudah dipahami seluruh
ulama sepanjang sejarah Islam, bahwa wanita muslimah wajib menutup tubuhnya,
kecuali muka dan telapak tangan. Karena ayat al-Quran bersifat universal, maka perintah
menutup aurat itu berlaku untuk semua wanita, dan sepanjang zaman, bukan hanya
untuk wanita Arab. Sebab, anatomi tubuh seluruh wanita adalah sama, baik Arab, Eropa,
500