Page 510 - My FlipBook
P. 510
Bagian Kempat
bertaqwa dan beramal shaleh. Di kampus Islam ditekankan pentingnya dakwah, sehingga
didirikan Fakultas Dakwah. Tentu tujuannya untuk melaksanakan dakwah, amar makruf nahi
munkar. Di kampus, korupsi dianggap munkar, sehingga dilarang. Zina juga dilarang. Narkoba
dilarang. Pornografi pun dilarang. Bagaimana dengan dosen yang secara terbuka mendukung
perkawinan sejenis? Apakah itu bukan hal yang munkar? Mana yang lebih berat dosanya,
korupsi atau zina? Mana yang lebih jahat, menghalalkan zina atau berzina?
Bagaimana jika seorang kepala perampok diangkat sebagai intruktur di
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian? Bagaimana jika seorang aktivis gerakan separatis Papua
diangkat sebagai instruktur di Lemhanas, dengan alasan untuk berbagi wacana?
Relativisme tafsir dan kontekstualisasi
Logika sederhana yang sering dijadikan sebagai dasar perombakan hukum Islam
adalah metode kontekstualisasi. Bahwa, Islam adalah produk sejarah. Al-Quran adalah
produk sejarah. Al-Quran tidak turun di ruang hampa. Ayat-ayatnya turun dalam konteks
budaya Arab yang patriarkhi. Karena itu, hukum-hukum Islam harus dilihat dalam konteks
sosio-historisnya. Inilah salah satu metode favorit yang banyak digunakan oleh kaum liberal.
Mereka mengadopsi mentah-mentah tradisi Yahudi-Kristen yang membagi secara diametral
antara metode tekstual dan kontekstual dalam penafsiran Bibel. Pihak yang menerapkan
metode tekstual dicap sebagai fundamentalis, dan yang menerapkan metode kontekstual
dalam penafsiran kitab suci disebut sebagai kaum liberal.
Salah satu dampak jelas dalam penggunaan ’metode kontekstualisasi’ dan
hermeneutika adalah munculnya kerelativan dalam produk tafsir. Tidak ada hukum yang
dianggap mutlak benar. Semua bisa berubah. Semua relatif. Padahal, sebagai Kitab Suci
terakhir yang diperuntukkan bagi semua manusia, hukum Islam memiliki karakter universal.
Inilah perbedaan hukum Islam dengan hukum para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw yang
diperuntukkan bagi satu kaum dan masa tertentu.
Para pengaplikasi hermeneutika berpandangan bahwa tidak ada tafsir yang
tetap dan mutlak. Semua tafsir dipandang sebagai produk akal manusia yang relatif,
kontekstual, temporal, dan personal. Prof. Amin Abdullah, rektor UIN Yogya,
menggambarkan fungsi hermeneutika sebagai berikut :
“Dengan sangat intensif hermeneutika mencoba membongkar kenyataan
bahwa siapa pun orangnya, kelompok apapun namanya, kalau masih
pada level manusia, pastilah “terbatas”, “parsial-kontekstual
pemahamannya”, serta “bisa saja keliru”. Hal ini tentu berseberangan
498