Page 509 - My FlipBook
P. 509

Tantangan Pemikiran dan Ideologi Klasik & Kontemporer


           Islam. Tepatnya, ditulis oleh Koran ini: “Moderate Muslim scholars said there
           were no reasons to reject homosexuals under Islam, and that the condemnation of
           homosexuals and homosexuality by mainstream ulema and many other Muslims
           was based on narrow-minded interpretations of Islamic teachings.”

                   Mengutip QS 49 ayat 3, Musdah menyatakan, salah satu berkah Tuhan
           adalah bahwasanya semua manusia, baik laki-laki atau wanita, adalah sederajat,
           tanpa memandang etnis, kekayaan, posisi social atau pun orientasi seksual. Karena
           itu, aktivis liberal dan kebebasan beragama dari ICRP (Indonesia Conference of
           Religions and Peace) ini, “Tidak ada perbedaan antara lesbian dengan non-lesbian.
           Dalam  pandangan  Tuhan,  manusia  dihargai  hanya  berdasarkan  ketaatannya.”
           (There is no difference between lesbians and nonlesbians. In the eyes of God,
           people are valued based on their piety).

                   Ketika berita di The Jakarta Post itu saya angkat sebagai Catatan Akhir Pekan
        (CAP)  di  Radio  Dakta  dan  www.hidayatullah.com,  muncul  kontroversi  yang  sangat  luas.
        Seorang wartawan menelepon saya, apa memang benar Musdah mengatakan seperti itu.
        Ada juga yang menuduh saya menyebarkan fitnah untuk menjelek-jelekkan UIN Jakarta. Saya
        jawab, semua itu ada di berita Jakarta Post. Jika tidak percaya, silakan baca sendiri. Majalah
        Tabligh, terbitan Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah,  edisi Mei 2008
        juga  membuat  laporan  khusus  tentang  Musdah  dan  homoseksual.  Dalam  pelacakannya,
        wartawan Tabligh menemukan makalah Musdah berjudul ‘Islam Agama Rahmat bagi Alam
        Semesta’, yang secara terang-terangan memang mendukung perkawinan sesama jenis.

                   Pemikiran yang menghalalkan perkawinan sejenis, jelas bukan sekedar wacana.
        Ini sebuah kemunkaran, karena disebarkan secara sistematis melalui berbagai media. Lebih
        penting  lagi,  pemikiran    itu  dijadikan  legitimasi  untuk  gerakan  dukungan  praktik
        homoseksual  dan  lesbianisme.  Sebagai  sebuah  perguruan  tinggi  yang  menyandang  label
        Islam,  seharusnya  UIN  Jakarta  mengklarifikasi  secara  ilmiah  pandangan  salah  seorang
        dosennya. Sebab, itu membawa  citra buruk bagi institusi tersebut. Gara-gara nila setitik
        rusak susu sebelanga. Banyak profesor dan pakar syariah di UIN yang mampu menjawab
        logika-logika Musdah Mulia. Dalam pandangan Islam, dosa ilmu jauh lebih berat timbangan
        dosanya  ketimbang  dosa  amal.  Orang  yang  berzina  dihukumi  dosa  besar.  Orang  yang
        menghalalkan perzinahan terkena hukum riddah (kemurtadan). Semua ulama bersepakat
        bahwa  hukuman  bagi  pelaku  homoseksual/lesbi  adalah  hukuman  mati.  Lalu,  bagaimana
        dengan orang yang menghalalkan praktik homoseksual tersebut?

                    Pemikiran-pemikiran  Musdah  Mulia  sangat  merusak  konsep  dan  citra
        pendidikan Islam. Katanya, pendidikan Islam bertujuan mencetak manusia-manusia yang




                                                                                       497
   504   505   506   507   508   509   510   511   512   513   514