Page 195 - Tata Kelola Pemilu di Indonesia
P. 195
posisi historis dan empiris masing-masing. Padahal, di luar mandat formal
yuridis, pemahaman posisi historis dan empiris masing-masing LPP juga
dapat dijadikan sebagai pijakan dalam membangun dan merawat relasi
antar LPP yang saling menghormati dan terhindar dari saling menegasikan.
Relasi KPU, Bawaslu dan DKPP dapat dikonstruksikan sebagaimana gambar
4.8. KPU adalah LPP utama di Indonesia. Hal ini didasari setidaknya dua
alasan. Pertama, secara historis, sebagaimana telah dijelaskan dalam bagian
awal Sub Bab B, yang menjadi penyelenggara Pemilu di Indonesia adalah
KPU. Jikapun ada pengawasan dan penegakan kode etik pemilu, fungsi dan
kelembagaan keduanya awalnya melekat tunggal pada KPU. Kedua, secara
empiris, KPU yang menyelenggararakan tahapan esensial pemilu yaitu
pendaftaran dan/atau pemutakhiran dan penetapan daftar pemilih,
pendaftaran dan penetapan peserta pemilu, proses pemungutan dan
penghitungan suara, proses rekapitulasi dan penetapan hasil pemilu dan
penetapan calon terpilih. KPU yang menentukan kelima unsur dasar pemilu
ini, sedangkan Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP) tak terlibat dalam penetapan kelima proses esensial Pemilu
tersebut. Fungsi pengawasan ataupun penegakan kode etik penyelenggara
pemilu dapat ditemukan di negara demokrasi lain, tetapi tidak
dikategorikan, baik sebagai lembaga permanen maupun sebagai
penyelenggara pemilu (Surbakti dan Nugroho 2015). Secara empiris KPU
merencanakan, melaksanakan dan mempertangungjawabkan seluruh
tahapan Pemilu. KPU merancang dan menetapkan peraturan tentang
pelaksanaan tahapan Pemilu. Pemaknaan ini tentu tidak berarti hendak
menempatkan KPU lebih superior dibanding dua LPP lainnya. Apalagi
kemudian secara yuridis, dengan kewenangan yang dimiliki Bawaslu dan
DKPP dalam membuat putusan-putusan yang sifatnya final dan mengikat
KPU, justru Bawaslu dan DKPP lah yang lebih “superior” dibanding KPU.
BAB 4 – KELEMBAGAAN PENYELENGARA PEMILU 179

