Page 40 - Tata Kelola Pemilu di Indonesia
P. 40

yang  substantif  dan  Pemilu  sesungguhnya  (genuine  election)  yang
           mencerminkan kehendak bebas pemilih.


           Dalam  studi  Pemilu  berintegritas,  ada  beragam  penafsiran  mengenai
           konsep tersebut. Norris  (2013) memetakan berbagai ide yang berbeda dari
           sub-sub kajian dalam ranah studi ini. Beberapa ide tersebut adalah apakah
           menyangkut  pelanggaran  hukum  Pemilu,  malpraktik  administrasi  Pemilu
           ataukah pelanggaran terhadap nilai-nilai normatif dalam bingkai demokrasi
           liberal.


           Selanjutnya,  Norris  (2013)  pun  menyampaikan  bahwa  substansi  Pemilu
           berintegritas merujuk pada keterpenuhan penyelenggaraan Pemilu sesuai
           standar dan norma Pemilu yang berlaku secara universal yang juga tertuang
           pada artikel 25 International Covenant for Civil and Political Rights (ICCPR)
           Perserikatan  Bangsa-Bangsa.  Adapun  delapan  norma  Pemilu  universal
           tersebut adalah:


           1. Pemilu periodik
           2. Hak pilih universal
           3. Prinsip satu orang satu suara
           4. Hak untuk mencalonkan dan kompetisi dalam Pemilu
           5. Hak pemilih sah untuk dapat menggunakan suaranya
           6. Hak penyuaraan yang bersifat rahasia
           7. Pemilu yang sesungguhnya (genuine)
           8. Pemilu merupakan ekspresi kehendak rakyat


           Delapan  norma  Pemilu  universal  tersebut  sebenarnya  mengarahkan  kita
           untuk  dapat  mengkategorikan  proses  penyelenggaraan  Pemilu  di  suatu
           negara  apakah  berlangsung  menyimpang  atau  terjadi  kecurangan,
           malpraktik,  atau  hal-hal  yang  mendegradasi  hak  pilih  rakyat  dalam
           menyuarakan  hak  politiknya.  Norma-norma  universal  tersebut  menjadi
           standar untuk menentukan seberapa bebas Pemilu di suatu negara, yaitu
           bebas dari kekerasan, paksaan, ancaman, kecurangan (fraud), diskriminasi,
           manipulasi  suara,  bahkan  praktik  administratif  yang  dapat  menghambat
           kebebasan dan hak-hak pemilih.  Situasi konflik politik lokal dan nasional,
           konflik  dan  bentuk  rejim  politik  adalah  hal  yang  dapat  mengancam
           implementasi  norma-norma  universal  Pemilu.  Hal  yang  sama  juga  dapat
           terjadi  jika  penyelenggara  Pemilu  tidak  netral  atau  menjadi  bagian  dari

     24     BAB 2 – NILAI DAN ASAS PEMILU
   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45