Page 109 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 109
Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi
Dilihat dari judul atau topik penelitian yang ditulis
Mochtar di atas, rata-rata berkaitan dengan penyakit malaria.
Yaitu bidang yang menjadi perhatiannya bersama sang mentor
Dr. Schüffner. Barangkali, pada masa itu, tidak ada dokter muda
di Sumatra, bahkan di seluruh Hindia Belanda, yang memiliki
kemampuan teknis, sebagai dokter sekaligus ilmuwan, yang
setara Achmad Mochtar. Dan terbukti tiga tahun kemudian,
capaian itu –di samping berkat rekomendasi dan bimbingan
Dr. Sachuffner– telah membawa Mochtar untuk melanjutkan
pendidikan hingga tingkat doktoral ke Negeri Belanda atas
biaya pemerintah.
Mochtar tidak hanya mencapai keberhasilan dan reputasi
untuk dirinya sendiri di tahun-tahun awal kariernya tersebut.
Hasil kerjanya juga membawa kebaikan bagi masyarakat banyak.
Ini terbukti dari menurunnya secara drastis angka kematian
akibat penyakit malaria di wilayah kerjanya, Tapanuli hingga ke
Rao di Pasaman. Berdasarkan penelusuran Gusti Asnan (2020)
yang dia paparkan dalam “Seminar Kepahlawanan Achmad
Mochtar”, selama Mochtar bertugas di Mandailing, telah terjadi
perbaikan yang signifikan bagi tingkat kesehatan masyarakat
atas dampak penyakit malaria. Mengutip De Sumatra Post (19-
04-1923), dilaporkan bahwa kematian akibat malaria di Rao dan
Lubuk Sikaping, serta di Groot Mandailing, (telah) menurun
drastis menjadi 12 persen tahun 1920, dari sebelumnya sebesar
80 persen pada tahun 1912. Dua tahun kemudian, informasi
yang sama juga dilaporkan oleh Indische Courant (17-11-1925)
yang memberitakan bahwa kerja keras Dr. Schüffner, Prof.
80