Page 111 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 111
Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi
pindah ke kantor pusat Dinas Kesehatan Hindia Belanda di
Batavia.
Pada tahun 1922 Dokter Achmad Mochtar diangkat
menjadi Kepala Rumah Sakit Tanjung Balai (Gunseikanbu:
331). Karena tidak lagi banyak menghabiskan waktunya dengan
penelitian penyakit malaria, dia mempunyai lebih banyak masa
untuk melayani kesehatan masyarakat dan membuka praktik
dokter secara pribadi. Kehidupan ekonomi keluarganya pun
semakin mapan di usianya yang baru menapak 30 tahun. Selain
menghasilkan cukup banyak uang, tinggal di rumah yang
nyaman dengan keluarga kecil yang membahagiakan, Mochtar
pun pada waktu itu sudah mampu membeli sebuah mobil
pribadi – properti yang masih sangat langka dimiliki seorang
dokter pribumi masa itu.
Ali Hanafiah, adik iparnya yang masih bersekolah di
Batavia, menjadi saksi kehidupan keluarga Mochtar yang sudah
mapan ketika bertugas di Tanjung Balai. Pada tahun 1922 dan
1923, Hanafiah bersama Moegni, adik bungsu Mochtar, dua kali
memanfaatkan masa libur panjang sekolah untuk mengunjungi
keluarga kakak mereka itu.
Pengalaman Ali Hanafiah berlibur mengunjungi
keluarga kakaknya itu ke Tanjung Balai kali ini, jauh berbeda
dibandingkan pengalamannya berlibur ke Panyabungan empat
tahun sebelumnya. Kalau dulu ia menceritakan pengalaman
menumpang bus pemerintah dengan “roda memakai ban mati”
yang mengocok (perut) penumpang, kali ini dia tidak lagi
menceritakan pengalaman yang kurang menyenangkan. Bahkan
82