Page 57 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 57
38 Dr. Julius Sembiring, S.H., MPA.
desa-desa adat tersebut mendapat pengaruh eksternal,
khususnya dari Pemerintah Kolonial untuk memperkokoh
cengkeraman politik dan ekonomi atas daerah-daerah di
Indonesia. Sebagai contoh adalah IGOB (Inlands Gemeente
Ordonnantie Buitengewesten) 1938 (Stb. 1938 No. 490) yang
memberikan peluang kepada Belanda untuk mencampuri
urusan Pemerintahan Nagari. Hal tersebut dapat dilihat
dari keanggotaan Kerapatan Nagari, dimana terdapat
Penghulu Bajinih (Berjenis) dan ada Penghulu Basurek
(bersurat). Penghulu Basurek keanggotaannya ditunjuk
dan dibesluitkan oleh Pemerintahan Belanda. 48
Di Bali, desa adat disebut dengan desa pakraman,
yang eksistensinya berdampingan dengan desa dinas (desa
atau kelurahan). Pada masa Bali Kuno, desa pakraman itu
disebut banwa atau banua. Sebelum tahun 1908, desa
49
mempunyai pengertian sebagai masyarakat adat, dan
ketika pada tahun tersebut Pemerintah Kolonial Belanda
membentuk desa dinas, maka untuk membedakannya
dengan desa pakraman masyarakat adat itu disebut dengan
desa pakraman. 50
48 ibid, hlm.3-4.
49 R. Goris dalam Wayan P. Windia, 2008, Menyoal Awig-Awig.
Eksistensi Hukum Adat dan Desa di Bali, Denpasar: Lembaga
Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas
Udayana, hlm.39.
50 Keterangan Wayan P. Windia di Banjar Nyuh Kuning Desa
Mas Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar pada Tim PAH I
DPD RI tanggal 6 Agustus 2009.