Page 108 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 108
nya mampu menghidupkan tradisi komunal petani, setidak-
nya dalam hal kerjasama untuk bercocok tanam. Akan tetapi
fenomena lahan kas desa ini juga tidak selalu berjalan seperti
yang diharapkan.
Sementara berlawanan dengan model-model yang lain,
khususnya Perhutani, sistem yang terdapat dalam model-
model pemanfaatan sumberdaya hutan ala masyarakat justru
jauh lebih baik. Dengan menerapkan sistem zonasi yang di
dalamnya juga ada alokasi lahan untuk konservasi, secara
langsung bisa dinilai sebagai fenomena yang sangat perlu
dihargai dan “diacungi jempol” atas upaya pelestarian dan
penjagaan fungsi-fungsi ekologis. Terlebih lagi bahwa ke-
sadaran akan pentingnya konservasi itu juga secara praksis
telah diterapkan secara mandiri oleh anggota OTL di lahan
masing-masing. Kesadaran seperti ini bukanlah hal yang bisa
dengan mudah dibangun dalam suatu masyarakat, apalagi
dengan pendekatan kapital yang ekstraktif dan hanya akan
melahirkan keterpecahbelahan masyarakat dengan melemah-
nya sistem solidaritas yang disebabkan oleh semakin merosot-
nya pendapatan ekonomi keluarga. Akan tetapi dalam kasus
OTL di Desa Sindangasih hal ini adalah femomena yang telah
terjadi secara riil. Dengan sistem konservasi saja (selain kaitan-
nya dengan fungsi ekologis dan ekonomi sebagaimana yang
telah disebutkan di atas) kita juga dipertemukan dengan sis-
tem solidaritas komunal mereka. Sehingga akan bisa kita tarik
pemahaman, bahwa konservasi lahan hutan bukanlah hanya
persoalan kelestarian alam dan produktifitas perekonomian
saja, akan tetapi juga berhubungan erat dengan persoalan
kepercayaan dan kesadaran untuk berbagi di antara masya-
rakat. Sebuah benih dari sistem kesadaran sosial yang saat
ini banyak tidak dihiraukan oleh sistem dan mekanisme pem-
bangunan dan pemberdayaan yang diterapkan oleh pemegang
kebijakan. Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa di-
banding dengan Perhutani, sistem yang belaku di masyarakat
94