Page 67 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 67
yang ada agar mampu mengelola sumberdaya hutan secara
mandiri dan berkelanjutan.
Kemiskinan dan Konflik Agraria:
Munculnya Perlawanan Terorganisir
Ketidakadilan agrarian akan berlanjut dengan muncul-
nya konflik. Tulisan ini ingin menguak misteri tata kelola,
kuasa dan produksi di dalam kawasan hutan, dengan studi
kasus pada kampung Sinagar dan Kajarkajar, desa Sindang-
asih, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya.
Wilayah kampung Sinagar dikelilingi oleh kawasan Hutan
Produksi dan Produksi Terbatas yang dikelola oleh Perum
Perhutani KPH Tasikmalaya seluas 2995 Ha, sebagai blok
Tonjong dan blok Cibadodon. Masyarakat sudah turun-temu-
run menempati dan mengambil hasil kayu dan non-kayu dari
hutan dalam penguasaan Perhutani.
Berangkat dari kejadian sehari-hari di sekitar kampung
Kajarkajar, konflik ini terjadi karena 3 hal, pertama, meningkat-
nya kebutuhan rakyat tak bertanah akibat melonjaknya harga
kebutuhan pokok setiap tahunnya di Indonesia, sementara
tidak ada sumber pendapatan di desa karena tanah yang ada
tidak dapat diakses. Ketika mereka migrasi ke kota, mereka
hanya jadi buruh yang dibayar murah karena tidak memiliki
ijazah dan keterampilan yang memadai (non-skill labour).
Kedua, meningkatnya kebutuhan konsumsi domestik petani
terhadap barang-barang kebutuhan pokok yang tidak dapat
mereka produksi sendiri karena kondisi terpisahnya petani
dari alat produksi dan relasi produksinya dalam mengelola
hutan sebagai efek domino dari ditutupnya kawasan hutan
dan dibatasinya akses mereka terhadap hutan. Ketiga, mening-
katnya represi dalam “penjagaan” hutan terhadap petani
sekitar desa hutan, dan kegagalan pemerintah daerah dan
pusat dalam menegosiasikan kewenangan Perhutani sebagai
53