Page 66 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 66
sumber agrarian, yang andaiannya adalah untuk kemakmuran
rakyatnya.
Tetapi seringkali dalam perjalanannya, kepentingan-
kepentingan itu dipelintir: penguasaan sumber-sumber agraria
sebagai “mesin politik” dan “mesin pembuat uang” bagi
kelompok-kelompok tertentu. Jargonnya “sumberdaya agraria
untuk kemakmuran rakyat”, tetapi pengelolaannya justru masuk
dalam skema materialis yang economistic, dengan pemanfaatan
pada pengumpulan keuntungan untuk kepentingan sedikit
golongan dan kelompok saja. Pada tataran inilah sesungguh-
nya, benih ketidakadilan pemanfaatan sumber-sumber agraria
muncul, apalagi ditambah dengan pengaruh ekonomi-politik
kekuasaan negara yang beroligarki dengan modal dan
berimbas pada terseretnya semua model-model pengelolaan
sumberdaya agraria ke arah yang tidak berkeadilan bagi rakyat.
Diskursus tentang pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya hutan di Indonesia, selama ini boleh dikatakan
adalah perspektif negara, di mana pemerintah menjadi inti
dan single player dalam menentukan aturan untuk menetapkan,
mengelola, dan pemanfaatan sumberdaya hutan. Dimulai
dari penentuan pada siapa hutan tersebut diserahkan untuk
dimanfaatkan, hingga bagaimana cara pengelolaan dilakukan,
semuanya diatur oleh negara. Hal demikian tidak dapat
dilepas dari pengaruh situasi kepentingan dan politik penguasa
terkait kepentingan modal dan pasar.
Selain itu, seharusnya ada perspektif lain sebagai
alternatif dari perspektif negara, yaitu perspektif community
based dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Perspektif ini
memposisikan pemikirannya bahwa hutan harus dikelola
oleh pihak-pihak atau pelaku-pelaku yang pro pada kesejah-
teraan rakyat dan kelangsungan ekologis yang mengharuskan
semua pihak (pemerintah, rakyat, sektor swasta, dan aka-
demisi) untuk ikut serta dalam pengelolaan seperti ini dengan
mengutamakan pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan
52