Page 61 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 61
“Berkat petani dapat menggarap lahan, mereka sudah tidak lagi
menjadi buruh. Walau belum menjadi petani yang betul-betul
mandiri, tapi sekarang sudah tidak terlalu bergantung dengan
bandar. Saat ini, petani sudah tidak 100% mengambil seluruh
keperluan (pupuk, benih, obat-obatan) dari bandar. Paling hanya
uang untuk kebutuhan sehari-hari atau digunakan untuk membeli
pupuk dan obat-obatan. Ke depan, tengkulak tidak perlu
dihilangkan, namun peran tengkulak dapat sebagai pihak
pemasaran hasil panen petani dengan ketentuan harga beli yang
tidak merugikan dan dapat didiskusikan”
Koperasi Simpan Pinjam Perempuan
Pasca reklaiming, sebagian besar petani anggota orga-
nisasi menanam pisang di atas lahan yang telah diokupasi.
Disamping pola penanamannya mudah, pisang juga dianggap
sebagai identitas kepemilikan lahan yang telah berpindah dari
Perhutani/HGU menjadi milik petani. Komoditas ini juga
menjadi basis penataan produksi oleh organisasi. Pengelolaan
ekonomi berada di bawah kelompok perempuan. Alasan
kelompok perempuan dijadikan sebagai ujung tombak
kegiatan ekonomi karena selama masa perjuangan, peran
perempuan hanya sebatas aktivitas domestik. Perempuan
tidak dapat berkiprah di sektor publik seperti kegiatan
musyawarah dan menjadi bagian dalam struktur organisasi.
Padahal, lingkup kegiatan organisasi tani lokal (OTL) meliputi
kegiatan penguatan keluarga (yang di dalamnya terdapat
bapak dan ibu). Penguatan perempuan dengan demikian
menjadi penting terutama menyangkut pendidikan perem-
puan agar terbangun kesadaran kritis.
Salah satu kegiatan yang dianggap penting dalam
penataan produksi adalah penyediaan modal produksi. Pada
tahun 1999 muncul kendala modal untuk penggarapan lahan.
Berbagai variasi muncul dalam hal penyediaan modal, yaitu
1). petani menanam sesuai dengan kemampuan modal
sendiri, 2). Petani telah memiliki modal sendiri, 3). Meminjam
47