Page 67 - Regulasi-Pertanahan-dan-Semangat-Keadilan-Agraria
P. 67
54 Prof. Dr. Maria SW Sumardjono., S.H., MCL., MPA
ayat (1) huruf c justru menafikan pengakuan MA tanpa syarat
tersebut karena menyatakan bahwa MA berhak melakukan
kegiatan berdasar hukum adat yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang–undangan. Siapa
yang berhak menentukan bahwa hukum adat itu bertentangan
atau tidak dengan peraturan perundang–undangan?
Sayang sekali bahwa pengakuan terhadap MA itu secara
tekstual dan kontekstual ternyata berbeda.
Oleh karena itu, PP terkait HP3 seyogyanya tidak
dipaksakan untuk segera diterbitkan. Penerbitan PP yang
bermasalah sama dengan mempertaruhkan kredibilitas.
Jangan hendaknya karena target, substansi lalu diabaikan.
Membuka diri terhadap usulan penyempurnaan HP3 dalam
UU No. 27/2007 terkait HP3 adalah perwujudan akuntabilitas
publik.
CATATAN:
Terkait Putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2010 tentang
pengujian UU No. 27 Tahun 2007 diambil dari tulisan
yang disampaikan dalam kuliah inaugurasi sebagai
anggota AIPI, pada tanggal 3 September 2013 dengan
judul : “Memaknai Kembali Hak Menguasai Negara
atas Sumber Daya Alam Pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi dan Tindaklanjutnya”, oleh Maria SW
Sumardjono, hlm 9-14. Menindaklanjuti putusan MK
tersebut, pada tanggal 15 Januari 2014 terbit UU No. 1
Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (PWP3K). Secara garis besar terdapat 22 pasal
yang dirubah atau ditambahkan dari 14 pasal yang secara
eksplisit dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.