Page 8 - UAS - Adelia Rahma - 064
P. 8
perjuangan tersendiri. Ada dua musuh yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Dari luar,
kita harus menghadapi Belanda yang masing ingin menjajah kembali Indonesia. Sementara
itu, dari dalam kita menghadapi beragam konflik politik dan ideologis. Ancaman Belanda
bisa kita patahkan dengan kembalinya Irian Barat. Bagaimana bangsa Indonesia
menghadapi dan menyelesaikan konflik dalam negeri?
1. Kehidupan Politik Nasional Sampai Tahun 1960-an
Kedudukan Presiden Ir. Soekarno dan TNI AD semakin kuat setelah
dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Inilah periode sejarah yang dikenal
dengan sebutan demokrasi terpimpin. Presiden memegang kekuasaan mutlak untuk
membentuk front politik yang mampu menopang kekuasaannya. Di sinilah Bung Karno
dan PKI membangun kerja sama yang saling menguntungkan.
Sementara itu, TNI AD pun semakin ambil bagian dalam kancah politik setelah
dijalankannya doktrin kekaryaan (cikal bakal dwifungsi ABRI). Jenderal A.H. Nasution
membentuk badan-badan kerja sama tentara dan sipil untuk mengimbangi manuver
politik Bung Karno. PKI telah menggunakan kedekatannya dengan Bung Karno untuk
menyusun kekuatan. Konflik elite terjadiantara TNI AD, PKI, dan Bung Karno.
a) Dampak Hubungan Pusat-Daerah
Konflik yang terjadi di pemerintahan pusat pun berdampak ke daerah. Upaya
Nasution untuk membersihkan pemerintahan sesuai undang-undang darurat,
menyebabkan banyak pejabat yang lari ke daerah. Banyak anggota kabinet yang
menjalin hubungan dengan dewan-dewan militer di daerah.
1) Pembentukan Dewan-Dewan Daerah
Ketidak puasan daerah pada pemerintah pusat melatar belakangi
pembentukan dewan-dewan daerah. Kolonel Achmad Husein membentuk
Dewan Banteng di Padang, Sumatra Barat tanggal 20 Desember 1956. Kolonel
Mauludin Simbolon membentuk Dewan Gajah di Medan tanggal 22 Desember
1956. Kolonel Ventje Sumual membentuk Dewan Manguni di Manado tanggal
18 Februari 1957.
Beberapa pejabat militer di daerah yang tidak setuju dengan kebijakan
pemerintah pusat mengadakan gerakan. Kolonel Simbolon, Kolonel Sumual,
dan Kolonel Lubis bertemu dengan PM Ali Sastroamidjojo dan Bung Hatta.
Tuntutannya adalah dilaksanakannya pemilu, diberlakukannya otonomi, PKI
dilarang, dan digantikannya Nasution. Ditengah negosiasi antara pemerintah
pusat dengan dewan-dewan tersebut, terjadi pengambilalihan pemerintahan di
8