Page 98 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 18 NOVEMBER 2021
P. 98
Seruan mogok nasional dari KSPI itu pun ditanggapi oleh Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia alias
Aspek Indonesia. Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat mengatakan pihaknya akan turut serta
dalam aksi mogok kerja itu.
"Kami menolak penetapan UMP 2022 yang tidak manusiawi dan ini semakin membuktikan bahwa
Pemerintah tidak mampu memberikan kehidupan yang layak kepada rakyatnya," ujar Mirah
Sumirat.
Menyitir PP Nomor 36 tahun 2021, Mirah mengatakan kenaikan UMP 2022 tertinggi adalah di
DKI Jakarta menjadi sebesar Rp 4.453.724 dari sebelumnya tahun 2021 sebesar Rp
4.416.186,548 atau naik sebesar Rp 37.538.
Sedangkan kenaikan terendah UMP tahun 2022 adalah di Jawa Tengah menjadi sebesar Rp
1.813.011, atau hanya naik sebesar Rp 14.032 dibanding UMP tahun 2021 sebesar Rp
1.798.979,00.
"Artinya dengan kenaikan UMP tahun 2022 tertinggi hanya sebesar Rp 37.538 dan kenaikan
terendah adalah hanya naik Rp 14.032, ini sangat memalukan di tengah kondisi rakyat yang
semakin sulit dan daya beli masyarakat yang semakin rendah. Rakyat dipaksa untuk terus
miskin," kata Mirah.
Padahal, pada 2020, kata Mirah, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memutuskan untuk tidak
menaikkan upah minimum tahun 2021, dengan hanya berdasarkan Surat Edaran Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 pada
Masa Pandemi Covid-19.
Sorotan mengenai rata-rata kenaikan upah minimum provinsi tak hanya datang dari kalangan
pekerja. Pakar ketenagakerjaan dari Universitas Gajah Mada, Tadjuddin Noer Effendi
mengatakan kenaikan upah minimum provinsi dengan rata-rata 1,09 persen itu sangat tidak
layak.
"Menurut saya ini jangan-jangan terendah sepanjang sejarah, kenaikan upah minimum buruh.
Kalau kita buka kok rasanya belum pernah sekitar 1 persen. Kalau upah minimum di Jogja Rp
1,4 juta, naiknya cuma Rp 14 ribu ya. Kalau di Jakarta Rp 4,5 juta, berarti kenaikan Ro 45 ribu.
menurut hemat saya itu sangat tidak layak," ujar dia.
Upah minimum, kata Tadjuddin, seharusnya menjadi pengaman sosial agar pekerja tidak jatuh
miskin. Sehingga, dalam menetapkannya, pemerintah harus menetapkan garis kemiskinan.
Selanjutnya, memasukkan pula inflasi dan pertumbuhan ekonomi, serta rata-rata konsumsi, rata-
rata anggota rumah tangga, dan anggota rumah tangga yang bekerja.
"Kalau pakai itu tidak akan mungkin hanya satu persen," ujar Tadjuddin.
Ia mengatakan kenaikan yang sangat rendah itu secara akal sehat pun tidak masuk akal. Apalagi
kalau merujuk kepada Undang-undang Cipta Kerja yang menyebut daya beli dan kondisi pekerja
harus menjadi dasar penentuan upah.
Namun demikian, ia menyarankan agar buruh tidak melakukan mogok kerja karena hanya akan
merugikan bagi semua pihak. Tadjuddin mengatakan sebaiknya pemerintah menengahi
kepentingan semua pihak dan membuka semua data secara terang benderang dengan kepala
dingin. Dengan demikian, persoalan upah minimum tak terus menjadi perkara tahunan di
Indonesia.
97

