Page 33 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 NOVEMBER 2021
P. 33

"Saya bilang tergantung nanti gubernur yang menetapkan. Bukan berarti semua provinsi naik
              1,09%. Hati-hati ya memahaminya," ujarnya dalam konferensi virtual, Senin (15/11), seperti
              dikutip SINDO-News.com Namun tidak semua pro-vinsiakan mengalami kenaikan UMP 2022.

              Ada empat provinsi yang tidakmengalamikenaikan UMP, yakni Sumatera Selatan, Sulawesi Utara,
              Sulawesi Selatan, dan Sulawesi barat. "Empat provinsi nilai upah minimum 2021nya ternyata
              lebih  tinggi  dari  batas  atas  sehingga  upah  minimum  2022  ditetapkan  sama  dengan  2021,"
              paparnya.

              Dia menambahkan, kenaik- an upah ini menyesuaikan dengan kondisi provinsi, kabupaten, dan
              kota masing-masing, Yang pasti, menurut dia, Kemenaker mendukung proses penetapan UMP
              dari gubernur masing-masing. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal
              menilai  ada  beberapa  hal  yang  patut  untuk  disorot  dalam  penentuan  dan  penetapan  upah
              minimum provinsi (UMP) 2022.

              Pertama, sudut pandang antara para buruh di satu sisi dengan pengusaha dan pemerintah di
              sisi  lain  berbeda  secara  hukum.  Menurutnya,  dari  sisi  buruh,  pihaknya  tetap  mengacu  pada
              Undang-Undang  (UU)  Nomor  13  Tahun  2003  tentang  Ketenagakerjaan  dan  Peraturan
              Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

              Adapun kalangan pengusaha dan pemerintah menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
              2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Dia
              mengatakan, argumentasi buruh yang berpegang pada Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun
              2003 adalah karena UU Ciptaker kluster ketenagakerjaan maupun PP Nomor 36 Tahun 2021 saat
              ini sedang dalam proses gugatan dan putusannya belum berkekuatan hukum tetap (inkracht).
              UU Ciptaker, menurut Said, juga masih dalam proses gugatan dan persidangan di Mahkamah
              Konstitusi.

              Menurut Said, bagi para buruh dan serikat pekerja, ketika belum ada putusan inkracht, UU dan
              PP itu tidak bisa secara langsung dipergunakan. Artinya undang-undang atau PP yang lama yang
              digunakan.
              "Tapi pengusaha dan pemerintah ngotot, jalan terus. Mereka mau menggunakan PP Nomor 36
              Tahun 2021 yang dasarnya Undang-Undang Cipta Kerja, ini kan inkonstitusional dan abal-abal.
              Jadi selain ditolak oleh kalangan buruh, dasar itu juga sudah inkonstitusional, abal-abal pula,"
              tegas Said saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, Senin (15/11).
              Kedua, kata Said, dengan melihat dasar hukum yang dipergunakan oleh pemerintah bersama
              pengusaha, dasar formulasi upah yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan baru-baru ini
              ditolak  oleh  para  buruh  dan  serikat  pekerja,  termasuk  KSPI.  Ketiga,  para  buruh  dan  serikat
              pekerja mengusulkan kenaikan UMP untuk 2022 ber kisar 7 % hingga 10 %.

              Dasar usulan kenaikan itu di antaranya PP Nomor 78 Tahun 2015 serta inflasi dan pertumbuhan
              ekonomi  kurun  September  2020  hingga  September  2021.    "Kita  juga  menggunakan  dasar
              perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL) di pasar-pasar di 10 provinsi yang kita survei. Di setiap
              provinsi kita ambil 5 pasar.

              Ke 10 provinsi itu kota-kotanya di antaranya ada lah Jakarta, Bandung, Surabaya, Karawang,
              Tangerang,  Batam,  dan  Makassar.  Rata-rata  hasil  survei  itu  muncul  angka  7-10%.  Makanya
              itulah yang kita usulkan.
              Jadi bukan sekadar kita usul tanpa dasar, ujarnya. Kalangan pengusaha berpendapat bahwa
              formula kenaikan UMP tidak akan bermasalah dan jadi persoalan rutin setiap tahun apabila sesuai
              dengan PP Nomor 36.


                                                           32
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38