Page 34 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 NOVEMBER 2021
P. 34
"Jika penetapan upah mini- mum ini bisa sesuai dengan PP Nomor 36 tersebut tentunya isu
mengenai pengupahan ini tidak lagi menjadi persoalan yang berulang setiap tahunnya. Kami
berharap semua pihak mengikuti peraturan yang ada," ujar kata Ketua Umum Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani.
Dia menambahkan, adanya pengaturan penetapan pengupahan yang sah oleh pemerintah dan
sesuai dengan kesepakatan dari para pekerja serta pengusaha akan membuat permasalahan ini
tidak muncul setiap tahun. "Hubungan industrial jauh lebih baik, produktif, dan mampu
menciptakan lapangan kerja yang lebih luas," tutur Hariyadi. Ia pun menambahkan, kenaikan
upah harus didasari oleh beberapa hal seperti tingkat inflasi yang terjadi di daerah masing-
masing.
Untuk mengetahui hal tersebut, pihaknya melihat hasil dari perhitungan Badan Pusat Statistik
(BPS) mengenai inflasi yang ada di provinsi masing-masing berdasarkan year on year. Selain itu,
kata dia, penentuan kenaikan upah harus di dasari pertumbuhan ekonomi. Namun Apindo juga
menunggu hasil dari BPS mengenai produk domestik regional bruto (PDRB) di wilayah masing-
masing. Dengan begitupenetapan upah minimum tahun depan oleh pemerintah provinsi akan
segera ditentukan.
"Kita berharap BPS dapat merilis segera data tersebut secara terbuka sehingga tidak ada pihak
yang berasumsi dalam menentukan kenaikan upah minimum kali ini. Dengan begitu federasi
pekerja tidak menentukan kenaikan upah berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL)," papar
Hariyadi. Menurutnya, meskipun BPS mencatat pertumbuhan ekonomi nasional saat ini sebesar
3,51% pada kuartal III/2021, hal tersebut belum cukup untuk dijadikan faktor menaikkan UMP.
"Kita berharap agar pemerintah dan Dewan Pengupahan dalam menetapkan UMP berpedoman
pada PP Nomor 36 2021 dan mengacu data resmi dari BPS provinsi menyangkut pertumbuhan
ekonomi, inflasi, paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah," lanjutnya.
Sementara itu Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uni- versitas Pancasila (FEB UP) Iha Haryani
mengatakan, kalau- pun UMP harus naik, besaran yang optimal sekitar 1-2% sesuai dengan
proyeksi inflasi.
Dia berpendapat, kenaikan upah yang terlalu tinggi seperti usulan kalangan pekerja sekitar 7-
10% justru bisa merugikan para pekerja sendiri dan utamanya para pencari kerja. Karena
kesempatan kerja yang terbuka akan semakin sedikit.
Bahkan, kata dia, bukan tidak mungkin kenaikan upah yang terlalu tinggi malah akan membuat
sejumlah perusaha an memberhentikan atau setidaknya merumahkan para pekerja akibat
naiknya biaya produksi.
"Situasi ini akan makin mempersulit upaya percepatan pemulihan ekonomi dan tentu saja
merugikan pekerja itu sendiri," tegasnya. Iha menuturkan, basis perhitungan UMP dalam PP 36/
- 2021 tentang Pengupahan lebih baik dari PP 78/2015 sebelumnya.
Ini karena dasar perhitungannya mempertimbangkan lebih banyak aspek, mulai dari kondisi
ketenagakerjaan hingga kondisi ekonomi, "Aturan ini harus diapresiasi sebagai langkah maju
meng ingat saat ini masih dalam masa pemulihan dari dampak Covid- 19," ungkapnya.
Dia menambahkan, situasi ekonomi saat ini yang masih dalam proses pemulihan belum bisa
dikatakan selesai dari kondisi pandemi. Artinya, menurut dia, secara makro kondisi ekonomi
Indonesia masih dibayangi oleh potensi gelombang ketiga Covid-19. Apalagi, kata dia, harus
juga dipertimbangkan bahwa jumlah pemberian vaksin di Tanah Air masih kurang dari 70% dari
total penduduk sebagai syarat tercapainya herdimmunity. Drratnapurnama/ rinaanggraeni/
sabirlaluhu sindonews
33