Page 101 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 07 OKTOBER 2019
P. 101

mendirikan atau membuka sekolah menengah kejuruan (SMK) sebanyak-banyaknya
               sejak 2014. Targetnya pada 2019, rasio SMK bisa mencapai 60 persen berbanding
               SMA 40 persen.

               Dengan memperbanyak SMK, diharapkan nantinya tersedia lulusan yang siap kerja
               dengan keunggulan memiliki keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja. Sayangnya,
               ketika pendidikan vokasi terus digenjot, ternyata hal itu malah menimbulkan
               masalah baru.

               Ketika lulusan SMK semakin bertambah, kondisi itu tidak dibarengi dengan serapan
               tenaga kerja dari industri padat karya. Dampaknya, pekerja yang mengenyam
               pendidikan vokasi malah banyak yang menganggur.

               Hal itu terungkap dari rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir 2018, yang
               menyebut dari tujuh juta pengangguran terbuka, sekitar 11,24 persennya
               merupakan lulusan SMK. Angka itu lebih tinggi dibandingkan pengangguran terbuka
               lulusan SMA sebanyak 7,95 persen.


               Fakta tersebut jelas memprihatinkan, karena jumlahnya terus meningkat setiap
               tahunnya. Pasalnya output pendidikan vokasi yang digadang-gadang menggantikan
               tenaga kerja berpendidikan rendah malah tidak terpakai industri padat karya.

               Mengapa hal itu bisa terjadi? Sangat mungkin pendidikan vokasi industri berbasis
               kompetensi yang diajarkan selama tiga tahun di sekolah tidak sesuai dengan
               permintaan dunia kerja. Bisa jadi, kurikulum yang diajarkan di sekolah sudah
               ketinggalan atau malah terjadi pergeseran kebutuhan industri padat karya yang
               tidak diikuti perubahan metode pendidikan di kelas.

               Karena kalau dunia kerja dan sektor pendidikan berjalan sendiri-sendiri maka
               dikhawatirkan jumlah pengangguran terdidik terus meningkat. Padahal, di sisi lain,
               kebutuhan tenaga kerja terampil sangat tinggi.

               Untuk itu, pemangku kepentingan perlu menerapkan program keterkaitan dan
               kesepadanan (link and match) agar lulusan SMK dapat terpakai di dunia industri
               padat karya. Baik Kemenakertrans dan Kemendikbud perlu menyelaraskan dan
               meningkatkan program supaya terjalin sinergi. Sehingga terjadi link and match
               antara lulusan pendidikan vokasi dan lulusan yang siap pakai di dunia kerja.

               Pengembangan SDM


               Kalau melihat masih banyaknya tenaga kerja yang hanya lulusan SD dan SMP maka
               pengembangan industri padat karya masih akan menemui jalan terjal. Sementara di
               sisi lain, banyak calon pekerja dengan kualifikasi pendidikan vokasi malah tidak
               terpakai. Mengacu hal itu, kebijakan yang tepat harus segera dieksekusi lintas
               kementerian agar kebutuhan industri dapat terpenuhi dengan merekrut tenaga kerja
               terampil, yang kapasitas itu sebenarnya sudah dimiliki lulusan SMK.

               Pada fase kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabar, pemerintah berjanji
               untuk fokus meningkatkan SDM, termasuk di dunia kerja. Salah satu bidang yang



                                                      Page 100 of 112.
   96   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106