Page 68 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 18 FEBRUARI 2020
P. 68

sebagai melawan sistem hukum, dan oleh karenanya sah untuk dikoreksi atau
               dibatalkan.


                Di balik keinginan adanya  omnibus law  , tampak bahwa para penguasa dan
               pengusaha di negeri ini umumnya larut dalam filsafat positivisme. Ajaran Hans
               Kelsen--sebagai tokoh positivisme--senantiasa dijadikan sandaran berpikir, bersikap
               dan berperilaku hukum. Diprediksi  omnibus law  --sebagai bagian utama sistem
               hukum nasional--akan terwujud sebagai bangunan perundang-undangan yang
               disusun dari blok ke blok dengan akurasi rasional tinggi. Demi rasionalitas tinggi itu
               maka intervensi faktor-faktor nilai, filsafat, atau ilmu lain ditabukan.

                Dalam teori sistem hukum yang logis dan berjenjang (logische Stufenbauutheorie)
               struktur rasional hukum amatlah ketat, tidak boleh ada cacat barang sedikit pun.
               Dalam sistem hukum, tidak dimungkinkan ada celah-celah, tumpang-tindih,
               disharmoni, dan inkonsistensi di antara blok-blok perundang-undangan.

                Disadari, perkembangan kehidupan berbangsa di era industri 4.0 memerlukan
               kehadiran sistem hukum nasional yang positivistik. Sistem perekonomian kapitalistik,
               misalnya, sangat membutuhkan percepatan, kepastian dan ketepatan langkah-
               langkah investasi, produksi, distribusi, dan lain-lainnya. Segalanya harus terukur dan
               terencana. Untuk itu, basis tatanan,  order  , atau sistem hukum yang eksak amat
               diperlukan.

                Bila  omnibus law  nantinya berhasil digunakan untuk penyelarasan 82 undang-
               undang dan 1.194 pasal yang dinilai pemerintah bermasalah, sungguh ini prestasi
               besar yang patut diacungi jempol. Pada ranah niat baik ke arah terwujudnya sistem
               hukum nasional itulah layak semua pihak mendukungnya. Perundang-undangan apa
               pun--di tingkat pusat ataukah tingkat daerah--yang terkena pangkasan atau
               pembatalan, harus dipahami merupakan konsekuensi pemberlakuan  omnibus law
               sebagai sistem hukum nasional.

                Perlu dimengerti bahwa salah satu sifat menonjol dari sistem hukum, atau hukum
               sebagai teks, atau perundang-undangan, adalah kekakuannya. Ada ungkapan:  Lex
               dura sed tamen scripta  . Artinya, hukum itu kaku (keras), tetapi begitulah sifat
               tertulis itu. Bila  omnibus law  nanti telah diundangkan, menjadi dokumen tertulis,
               kemudian diberlakukan dengan tegas, keras, kaku pada siapa pun sasarannya,
               maka sejak pemberlakuan demikian  omnibus law  tidak fasilitatif terhadap keadilan
               substantif, melainkan sekadar akomodatif terhadap keadilan formal (keadilan
               perundang-undangan) saja.

                Implikasi lain pemberlakuan  omnibus law  dengan tegas adalah terjadinya
               penyempitan atau penutupan lorong-lorong hukum, sekaligus cara-cara berhukum
               dengan akal sehat (fairness, reasonableness, common sense). Tiada lorong lain
               boleh dilalui kecuali melalui teks-teks  omnibus law  . Lorong hukum adat atau
               lorong lainnya tidak berlaku. Diperkirakan ke depan persoalan besar akan dihadapi
               masyarakat yang terbiasa hidup secara tradisional berdasarkan  interactional law  .
               Masyarakat hukum adat, petani, nelayan, termasuk rentan terjebak ke dalam lorong
               sempit itu.



                                                       Page 67 of 185.
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73