Page 114 - Berita Omnibus Law Cipta Kerja 17-18 Februari 2020
P. 114
Dia pun memberikan contoh Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan UMP 2020 sebesar Rp1,81
juta. Angka itu, kata dia, jauh lebih rendah dibandingkan dengan UMK di sejumlah kabupaten/kota
lain di Jawa Barat.
Misalnya, UMK 2020 di Kabupaten Karawang Rp 4.594.324, di Kota Bekasi Rp 4.589.708, sementara di
Kabupaten Bekasi sebesar Rp. 4.498.961. "Jika yang berlaku hanya UMP, maka upah pekerja di
Karawang yang saat ini 4,5 juta bisa turun menjadi hanya 1,81 juta," kata Iqbal.
Tidak hanya itu, kata Iqbal, kenaikan upah minimum hanya didasarkan pada pertumbuhan ekonomi di
tingkat provinsi. Padahal sebelumnya, ujar dia, kenaikan upah minimum didasarkan pada
pertumbuhan ekonomi dan inflansi nasional.
Karena itu, Iqbal mengatakan, jika RUU ini disahkan, maka diberlakukan kembali kebijakan upah
murah dan buruh akan semakin miskin. "Serta KHL berdasarkan survei pasar akan hilang berarti tidak
bisa lagi dihitung kebutuhan riil minimum seorang buruh berapa?" tuturnya.
Dia mengatakan, RUU Cipta Kerja memuat ketentuan upah minimum padat karya. Artinya, kata dia,
akan ada upah di bawah upah minimum. Padahal, ujar Iqbal, fungsi upah minimum sendiri merupakan
jaring pengaman, tidak boleh ada upah yang nilainya di bawah upah minimum.
Menurut dia, Negara bertindak otoriter dalam menetapkan upah minimum. Karena, kata dia, dalam
RUU Cipta Kerja, gubernur diancam akan dijatuhi sanksi kalau tidak menetapkan upah minimum sesuai
dengan undang-undang ini. "Ini jelas melanggar Konvensi ILO, yang menyebut penentuan upah
minimum harus dirundingkan dalam Dewan Pengupahan," tuturnya.
Dia melanjutkan, Upah minimum semakin tidak lagi berarti, karena sanksi pidana bagi pengusaha yang
membayar upah di bawah upah minimum dihilangkan. Dia membeberkan, dalam Undang-undang
13/2003, jika membayar upah di bawah upah minimum, pengusaha bisa dipidana penjara paling lama
4 tahun dan/atau denda paling banyak 400 juta.
"Karena tidak ada sanksi pidana, pengusaha akan seenaknya membayar upah buruh semurah-
murahnya, jadi RUU ini dengan sangat jelas telah menghilangkan makna upah minimum sebagai jaring
pengaman safety net agar buruh tidak absolut miskin. Negara telah lalai dan gagal melindungi buruh
dan rakyat kecil," ujarnya.
Kemudian, dia mengatakan, RUU Cipta Kerja juga mengatur UMKM boleh membayar upah di bawah
upah minimum. "Dengan demikian, siapa yang akan memberikan perlindungan terhadap pekerja di
UMKM? Bagaimanapun, perusahaan UMKM akan seenak-enaknya membayar upah buruh,"
ungkapnya.
Belum lagi, kata dia, pekerja yang tidak masuk bekerja karena sakit, perempuan yang haid, menikah
dan menikahkan anak, menjankan tugas negara, hingga menjalankan tugas serikat pekerja upahnya
tidak dibayar. Padahal, kata dia, dalam UU 13/2003 pekerja yang tidak masuk kerja karena hal tersebut
di atas upahnya tetap dibayar.
Selain itu, kata dia, tidak ada denda bagi pengusaha yang terlambat membayar upah. Padahal dalam
UU 13/2003, pengusaha yang terlambat membayar upah bisa dikenakan denda keterlambatan.
"Dampaknya, pengusaha akan semena-mena dalam membayar upah kepada buruh," imbuhnya.
2. Hilangnya Pesangon"Siapa bilang di RUU Cipta Kerja pesangon tidak hilang? Kalau kita baca secara
keseluruhan dari RUU ini, pesangon akan hilang," ujarnya.
Hal tersebut, kata dia, karena penggunaan pekerja outsourcing dan pekerja kontrak seumur hidup
dibebaskan sebebas-bebasnya. Dia mengatakan, outsourcing dan kontrak tidak mendapatkan
pesangon. "Dengan sendirinya, pesangon akan hilang," ungkapnya.