Page 46 - Berita Omnibus Law Cipta Kerja 17-18 Februari 2020
P. 46
pemerintah pusat," kata dia. "Karena kita di daerah yang harus mengamankannya. Apa artinya,
bagaimana bentuknya, apa konsekuensinya?" ujar Ridwan.
Menurut gubernur yang diusung Partai Nasdem, PKB, PPP, dan Partai Ha-nura itu, pemerintah pusat
telah mengakomodasi permintaannya. Pekan depan, bupati, wah kota, dan gubernur akan diundang
mengikuti rapat bersama beberapa menteri terkait. Dalam rapat itu akan dibahas ihwal peraturan
daerah yang harus disinkronkan dengan RUU Cipta Kerja.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ikut meminta supaya pemerintah pusat dan Dewan mengajak
perwakilan pemerintah daerah serta kelompok seperti buruh dan pengusaha membahas RUU Cipta
Kerja. Dengan demikian, perwakilan daerah bisa membuat daftar masalah untuk dibahas secara
komprehensif. "Pembahasan RUU ini harus membuka ruang diskusi," ujar politikus Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan itu.
Tak hanya mendesak pelibatan pemerintah daerah, Bima Arya juga mempermasalahkan pasal-pasal
dalam RUU Cipta Kerja yang dinilainya berlawanan dengan semangat desentralisasi. Pasal-pasal yang
dianggap bermasalah, antara lain, adalah Pasal 162-166 ,yang mengatur tentang pencabutan
peraturan daerah hingga penerapan sanksi.
Dalam Pasal 166 RUU Cipta Kerja disebutkan peraturan daerah dapat dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku dengan peraturan presiden. Ketentuan itu dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah
Konstitusi yang menyatakan pembatalan peraturan daerah hanya bisa dilakukan melalui putusan
Mahkamah Agung.
Persoalan lain terdapat pada Pasal 252 ayat 3 dan 4 yang mencantumkan sanksi bagi pemerintah
daerah yang masih menggunakan peraturan daerah yang telah dicabut oleh pemerintah pusat.
Sanksinya beru-'pa penundaan atau pemotongan dana alokasi umum selama tiga bulan.
"Pasal-pasal tersebut memperlemah demokrasi. Apalagi jika ada pengenaan sanksi administrasi atas
kebijakan yang dibuat oleh pemeiintah daerah," ucap Bima.
Adapun Ridwan Kamil menyoroti dua isu krusial mengenai tata ruang dan perizinan. Hanya, ia enggan
bicara banyak perihal potensi pengambilalihan kewenangan dari pemerintah daerah ke pusat. "Kami
menunggu saja, secara pasif," kata dia. Ia berdalih belum mendapat penjelasan terperinci soal RUU
Cipta Kerja.
Sebaliknya, Wah Kota Semarang Hendrar Prihadi justru setuju pemerintah pusat diberi kewenangan
membatalkan peraturan daerah. Politikus PDIP itu mengutarakan, saat ini terlalu banyak perda yang
tumpang-tindih."RUU Cipta Kerja akan meringkas aturan yang ada, supaya tidak terlalu banyak perda
yang satu dengan lain yang membingungkan "
Sekretaris Kementerian KoordinatorPerekonomian, Susiwijono, menepis tudingan bahwa RUU Cipta
Kerja akan berujung pada sentralisasi kekuasaan. Menurut dia, pemerintah pusat hanya akan
menerbitkan peraturan pemerintah yang mengatur standardisasi pelayanan perizinan usaha oleh
kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Menteri Koordinator Perekonomian Airi angga Hartarto mengatakan pembahasan RUU Cipta Kerja
sesungguhnya baru dimulai setelah Presiden mengirimkan surat kepada Dewan. Setelah surat
diterima Dewan, barulah dibuka fase pembahasan yang melibatkan semua pemangku kepentingan.
"Pada fase itu, pasal-pasal yang multitafsir masih ' mungkin diperjelas," ujar dia kemarin.
* JAMAL A. NASHR | AHMAD FIKRI IJAJANGJAMALUDIN
caption:
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa se-Bogor melakukan long march menolak RUU Cipta Kerja, di Jalan
Raya Djuanda, Kota Bogor, Jawa Barat, 7 Februari lalu.