Page 21 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 03 JANUARI 2020
P. 21
Apalagi, hingga saat ini juga belum ada kajian yang menyebutkan bahwa
pengganjian per jam akan sangat berpengaruh signifikan terhadap produktivitas, di
Amerika Serikat (AS) sekalipun produktivitas lebih ditentukan oleh keahlian.
"Jadi, itulah dibuat mapping dulu, jangan karena targetnya awal 2020 lalu buru-buru
dibuat wacana seperti itu (upah per jam). Jangan melempar sesuatu yang belum
matang, kalau ada reaksi negatif juga tidak bagus buat bisnis," ujar dia.
Sedangkan Ketua Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty mengingatkan
kepada pemerintah untuk hati-hati dalam mengambil kebijakan terkait
ketenagakerjaan.
Perubahan regulasi di bidang ketenagakerjaan akan memberikan efek ke kondisi
makro ekonomi, hal ini karena perekonomian nasional masih tergantung pada
konsumsi dan kontribusi konsumsi oleh pekerja khususnya buruh relatif besar.
"Jadi harus ada kajian yang sangat mendalam soal ini (upah per jam), perlu
dipahami bahwa konsumsi penting untuk daya beli, jadi persoalan supply side dan
demand side harus diperhatikan. Naskah akademik soal ini harus diperkuat, jangan
hanya sekadar dokumen," ungkap dia.
Di sejumlah negara maju skema upah per jam memang sukses diterapkan. Namun
belum tentu apa yang sukses diterapkan di negara maju bisa cocok dan sukses
diterapkan di Indonesia.
Pemerintah memang menyatakan upah per jam hanya berlaku untuk sektor jasa,
namun ada indikasi juga diterapkan di sektor manufaktur dan di Indonesia skema
upah per jam belum sesuai apabila diterapkan di industri manufaktur.
"Industri manufaktur di negara maju itu jaminan sosialnya sudah bagus, akses
kesehatan masyarakatnya sudah terpenuhi sehingga income bisa kebutuhan sehari-
hari saja. Kalau di Indonesia, gaji pekerja itu ya untuk semua karena jaminan sosial
masih terbatas. Bagi pengusaha kita juga belum tentu menguntungkan, kalau
ekonomi lagi booming permintaan tinggi, pengusaha bisa jadi harus keluar biaya
lebih tinggi akibat upah per jam ini," jelas Telisa.
Menurut Telisa, natura pekerja Indonesia juga berbeda dengan di negara maju,
pekerja Indonesia tidak masalah dengan gaji rendah yang penting bisa bekerja
seterusnya atau kepastian menjadi keinginan utama.
Artinya, penerapan upah per jam belum tentu akan meningkatkan produktivitas,
khususnya untuk industri manufaktur nasional. Perusahaan juga akan kesulitan
dalam membuat aturan terkait jatah jam tiap pekerja karena unsur keadilan harus
diutamakan.
Page 20 of 59.