Page 24 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 03 JANUARI 2020
P. 24
Bhima menuturkan, skema upah per jam tidak bisa diterapkan ke semua jenis
pekerjaan. Hanya pekerjaan yang bersifat tidak mengikat yang bisa menerapkan
skema itu. Bahkan, aparatur sipil negara (ASN) juga tidak cocok dengan skema
tersebut, apalagi ASN yang bekerja secara full time di bagian administrasi mereka
tetap lebih cocok digaji per bulan.
"(Upah per jam) tidak bisa diterapkan ke semua jenis pekerjaan. Kami kira akan
lebih baik apabila ada tripartit lebih dulu, harus ada tripartit yakni dialog
pemerintah, buruh, dan pengusaha, dalam satu forum sehingga tidak didominasi
unsur kepentingan pengusaha saja," jelas Bhima.
Sedangkan Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar
mengatakan, skema upah per jam bisa saja diterapkan di Indonesia, hanya saja itu
berlaku pada jenis pekerjaan tertentu yang sifatnya mengutamakan fleksibilitas bagi
pekerja dan pemberi kerja, pekerja dan pemberi kerja dalam posisi setara (equal),
highskills, dan tidak mengikat. Misalnya, pekerjaan di bidang jasa dan konsultasi,
seperti lawyer atau freelancer.
"Praktik upah per jam pada bidang pekerjaan tertentu seperti lawyer misalnya, itu
sudah jalan di Indonesia, kalau mau dibuat regulasinya itu bagus. Pekerja punya
posisi sama dengan pemberi kerja, dia bisa bilang, nanti saya kerjanya tiga jam saja
karena saya ada kerjaan lain, untuk yang seperti itu bisa (upah per jam), ini lazim
juga di negara maju," ujar dia kepada Investor Daily di Jakarta, Senin (30/12).
Menjadi sulit apabila upah per jam diterapkan di Indonesia untuk sektor formal yang
mana pekerja dan pemberi kerja saling terikat (subordinat) dan sifat pekerjaan
tersebut butuh kontinuitas, misalnya buruh pabrik, pegawai kantoran, bahkan
pegawai negeri sipil (aparatur sipil negara/ASN).
Timboel Siregar menuturkan, seharusnya pemerintah sebelum membawa RUU
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja duduk bersama lebih dulu dengan pengusaha
dan pekerja (buruh). OPSI yakin pengusaha juga tidak mau gegabah menyetujui
skema tersebut karena keberlangsungan bisnis pengusaha begitu tergantung
kepada pekerja.
"Jangan sampai sudah jadi, nanti malah ada penolakan besar-besaran. Pengusaha,
pekerja, dan pemerintah duduk bersama dulu. Pemerintah point standings atau
poin-poin usulannya apa, nanti direspons sama pengusaha dan pekerja," ujar dia.
Page 23 of 59.