Page 10 - Bab 7
P. 10

KH. Hasyim Asy’ari ketika berusia 15 tahun mulai mengembara untuk menuntut

                         ilmu.  Beliau  belajar  ke  pondok-pondok  pesantren  yang  masyhur  di  tanah  Jawa,


                         khususnya Jawa Timur. Beberapa di antaranya adalah Pondok Pesantren Wonorejo

                         di Jombang, Wonokoyo di Probolinggo, Tringgilis di Surabaya, serta Langitan di


                         Tuban. Beliau kemudian juga nyantri di Bangkalan Madura, di bawah bimbingan

                         Kiai Muhammad Khalil bin Abdul Latif (Syaikhuna Khalil).


                         Setelah sekitar lima tahun menuntut ilmu di tanah Madura (tepatnya pada tahun

                         1307  Hijriyah  atau 1891 Masehi), akhirnya beliau kembali ke tanah Jawa untuk

                         belajar  di  Pesantren  Siwalan,  Sono,  Sidoarjo,  di  bawah  bimbingan  K.H.  Ya’qub


                         yang  dikenal  menguasai  ilmu  nahwu  dan  sharaf.  Selang  beberapa  lama,  Kiai

                         Ya’qub  semakin  mengenal  dekat  KH.  Hasyim  Asy’ari  hingga  tertarik  untuk


                         menjadikannya menantu. KH. Hasyim Asy’ari yang saat itu baru berusia 21 tahun

                         pun  menikah  dengan  Nyai  Nafisah,  putri  KH.  Ya’qub.  Tidak  lama  setelah


                         pernikahan tersebut, beliau kemudian pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan

                         ibadah haji bersama istri dan mertuanya.


                         Di  samping  menunaikan  ibadah  haji,  di  Mekah  KH.  Hasyim  Asy’ari  juga

                         memperdalam ilmu yang telah dipelajarinya serta menyerap ilmu-ilmu baru yang


                         diperlukan. Hampir seluruh disiplin ilmu agama dipelajarinya, terutama ilmu-ilmu

                         yang  berkaitan  dengan  hadits  Rasulullah  Saw.  yang  telah  menjadi  kecintaannya

                         sejak kecil.


                         Setelah tujuh bulan bermukim di Mekah, beliau dikaruniai putra yang diberi nama

                         Abdullah.  Namun,  di  tengah  kegembiraan  memperoleh  buah  hati  itu,  sang  istri


                         mengalami  sakit  parah  dan  kemudian  meninggal  dunia.  Empat  puluh  hari

                         kemudian,  putra  beliau,  Abdullah,  juga  menyusul  sang  ibu  berpulang  ke  hadirat


                         Allah.







                                                                 Sejarah Kebdayaan Islam MTs Kelas IX  119
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15