Page 11 - Proyek E-Book Interaktif 3_Neat
P. 11
kekuasaannya setelah sebelumnya pada masa kekuasaan para etisi dikurangi. Politik
konservatif de Jonge melihat penguatan BB menjadi salah satu jaminan memperkuat
kedudukan dan kontrol Belanda atas koloni nya. Penguatan kekuasaan BB berdampak
pada berkurangnya kekuasaan pegawai Pribumi
seperti Bupati, di sisi lain pegawai-pegawai Eropa
mulai mengisi kembali pos-pos bahkan di desa-
desa. Sejak tahun 1930-an, model pemerintahan
yang dijalankan menggunakan sistem direct rule
atau pemerintahan langsung lewat kekuasaan
dewan-dewan yang ada di setiap daerah. Para
pegawai BB ini dilengkapi dengan pengetahuan
yang memadai sehingga sering melaporkan
situasi di wilayah wewenangnya secara
komprehensif. Laporan para pegawai BB ini
sayangnya seringkali bertentangan dengan
kebutuhan dan keinginan dari penguasa-
penguasa lokal pribumi. Egoisme yang melanda
pegawai BB menimbulkan kritikan dan aksi kritik dari tokoh-tokoh nasionalis.
c. Aksi Represif Pemerintahan de Jonge
Gubernur Jenderal de Jonge dihadapkan dengan berbagai masalah seperti
masalah politik dan ekonomi. Masalah politik menjadi masalah yang benar-benar menjadi
pusat perhatian de Jonge, terutama terkait gerakan kemerdekaan dan pemberontakan
komunis. Arah politik pemerintahan de Jonge yang cenderung ke arah Konservatif
Reaksioner, yaitu konservatif yang berupaya mengembalikan tatanan lama mencoba
mengembalikan kembali tata tertib kolonial yang berdampak pada penangkapan berbagai
tokoh kemerdekaan baik dari kalangan nasionalis dan komunis. Upaya penegakkan
ketentraman dan ketertiban dilakukan dengan cara represif lewat organisasi polisi rahasia
yang disebut PID (Politieke Inlichtingen Dienst). PID sendiri pada awalnya dibentuk oleh
Gubernur Jenderal Limburg Stirum dengan tujuan sebagai penghubung antara
pemerintah kolonial dengan kaum pergerakan, namun pada masa de Jonge, PID berubah
menjadi alat kontrol yang menekan kaum pergerakan.
PID menjadi alat represif yang efisien yang dimiliki oleh pemerintah kolonial, hal
ini tak lain dikarenakan PID memiliki agen dan kantor di mana-mana yang setiap saat
memantau dan memberikan keterangan-keterangan terkait kaum pergerakan, bahkan
pada aktivitas yang sebenarnya tidak membahayakan, misalnya yang melibatkan salah
tangkap terhadap Djoepri Nitimihardjo seorang guru Taman Siswa yang dituduh
membuat sandiwara anti kolonial. Karakteristik PID ini lah yang kemudian menjadi
alasan bagi kaum pergerakan semakin menaruh rasa kebencian terhadap pemerintah
kolonial. Adanya PID menggambarkan sempitnya pemahaman pemerintah kolonial
dalam merespon tuntutan pergerakan. Tokoh yang pernah ditangkap oleh PID misalnya
Syahrir yang kemudian dibuang di Banda. Aksi opresif PID juga kerap kali meninggalkan
10