Page 105 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 105
Tibatiba masuklah seorang pemuda yang sangat men
colok. Ia mengejutkan aku karena mengubah tayangan realita
ini menjadi sebuah sinetron hidayah. Tokoh yang masuk ini
mestinya hanya mungkin ada dalam film yang diturunkan
dari animasi. Ia mengenakan baju putihputih Diponegoro,
namun dengan rompi panjang berbahan kulit yang mem
buatnya tampak bagai pendekar Tartar dalam kisah fantasi.
Ia mengenakan kasut dengan talitemali hingga ke lutut.
Ia tidak mengenakan turban putih, melainkan sebuah topi
yang sangat istimewa. Penghias kepala itu terbuat dari bahan
yang menyerupai bulu kelinci hitam, seperti pada kopiah,
namun dengan jahitan sedemikan rupa sehingga mirip rambut
suraisurai pada tokoh komik Jepang. Ia memiliki wajah tam
pan yang cocok dengan penampilan itu. Hidungnya tegas
dan matanya panjang, Bibirnya berbentuk amat baik lagi
kemerahan, tanda ia masih muda, bukan petani, dan tidak
merokok. Ia juga memiliki sederet gigi yang rapi. Jika ia anak
desa, mestilah ia mendapatkanya secara alamiah. Jika ia anak
kota, kemungkinan itu pekerjaan ortodonti. Sesuatu padanya
mengesankan bahwa ia datang dari desa ini, meski sesuatu lain
mengubahnya menjadi makhluk manga.
“Berbahagialah orang yang tidak melihat tapi percaya.
Tapi, percayakah kau pada yang kau lihat sekarang?” bisikku
pada Parang Jati.
“Saya kenal dia. Namanya Kupukupu. Dulu. Sekarang
sudah ganti nama.”
Kupukupu hanya bisa diterangkan dalam ikonografi komik
Jepang. Atau tiruan manga yang sekarang meraja di Indo
nesia.
Malam itu begitu aneh, seperti sebuah kisah sinetron yang
tak masuk akal. Orangorang masih melantunkan yasin ketika
Kupukupu mengambil mikrofon begitu saja dan membuat
maklumatnya sendiri. Ia mengumumkan bahwa pamannya,