Page 100 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 100
pada gerakgerik kasar. Cocok dengan gerakgerik raksasa. Di
sini, ikonografi tidak selalu bicara soal substansi atau moral,
melainkan soal bentuk dan gerak. Bentuk dan gerak, tanpa
moral tertentu. Tentulah saya berani bertaruh lagi bahwa kasar,
rakus, rusak, raksasa, mengandung akar yang sama untuk
menggambarkan bentuk yang sama. Yaitu rksrk.
Satria digambarkan dengan tubuh ramping, kepala sedikit
menunduk dengan profil halus, gambaran sifat tahu batas,
tidak gelojoh, dan rendah hati. Toh para pewayang tetap
membuka diri pada pencitraan khusus. Ada juga beberapa sa
tria yang ditatahkan dalam tubuh besar menyerupai rksrk ber
gigi karnivora. Pencitraan ini ada pada, misalnya, Kumbakarna,
Bima, dan Gatotkaca. Mereka, yang berwujud kasar namun
berhati murni. Kebajikan jenis lain, yaitu yang berada di luar
kesatriaan, muncul juga melalui para punakawan, diwujudkan
dalam mata bulat serta tubuh yang tidak ideal. Tubuh para
badut, tubuh domestik, yang tak terlatih oleh disiplin dan
latihan. Semar yang bulat pendek dan putraputranya yang
berperut lembek bahkan berkaki pincang. Petruk, Gareng,
Bagong. Mereka memelihara jenis kebajikannya sendiri. Keba
jikan mahlukmahluk tanpa keanggunan, bahkan buruk rupa.
Kebajikan yang bersahaja. Kebajikan rakyat jelata.
Aku tentu saja mengidentikkan kelompokku dengan para
satria. Kami terlatih dalam sebuah disiplin ekspedisi. Disiplin
itu pada gilirannya membentuk tubuh kami. Tubuh datang
bersama sikap hidup tertentu. Dan aku memuja kesatriaan.
Tapi lelaki yang kabarnya mati digigit anjing itu tak bisa
mengingatkan aku pada dunia wayang sama sekali. Ia tak me
miliki stilisasi sedikitpun. Ia sungguh banal, seperti sinetron.
Manakala aku mengamati Parang Jati dan temantemanku,
aku bisa menerapkan wujud-wujud estetika dan ikonografi
pewayangan pada mereka. Tapi, ketika aku melangkah ke
0