Page 98 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 98

diciptakan dalam ikon­ikon budaya massa Amerika. Superman,
               Batman,  Sylvester  “Rambo”  Stallone,  Mr.  Universe  Arnold
               Schwarzenegger berbaris di satu garis yang membentang dari
               titik  khayal  ke  titik  nyata.  Tubuh  atlit  panjat  menyerupai
               idealisasi  satria  wayang.  Mereka  berdada  tipis  berbanding
               bahu  yang  demikian  lebar.  Seorang  pemanjat  tak  mungkin
               mengembangkan dada mengkal jika ia tidak melakukan latihan
               beban terpisah. Tapi dada mengkal itu tidak dibutuhkan juga
               untuk  memanjat.  Dia  hanya  asesoris,  dibutuhkan  untuk  me­
               nyenangkan  perempuan.  Karena  itu  aku  melatihnya  secara
               khusus.
                   Sekarang,  dengan  heran,  aku  mengagumi  ikonografi  wa-
               yang kulit Jawa. Dulu aku meremehkannya mungkin lantaran
               orang­orang  tua  kolot  itu  terlalu  mengagungkannya.  Setelah
               orang­orang  tua  kolot  itu  tak  bergigi  lagi  barulah  aku  bisa
               melihat betapa artistik sesungguhnya stilisasi dan simbolisasi
               dalam  wayang  kulit.  Dan  aku  merasa  heran  karenanya.  Ya,
               karena kini aku bisa melihat keindahan ikonografi itu. Dengan
               mata kepalaku. Bukan karena percaya pada kata orang bahwa
               wayang itu indah.
                   Islam masuk dalam jumlah yang sangat pas dalam wayang
               kulit Jawa. Sempurna. Sungguh, aku lebih mengagumi wayang
               kulit  Jawa  ketimbang  Bali  atau  daratan  Asia  yang  lain.  Bali
               memiliki keunggulannya sendiri dalam banyak hal. Tapi dalam
               hal  wayang  kulit,  setulusnya  bagiku  Jawa  adalah  istimewa.
               Justru karena pengaruh Islam. Dalam kadar yang pas. Islam
               melarang penggambaran manusia dan hewan. Menanggapi itu,
               para seniman melakukan stilisasi sehingga wayang kulit Jawa
               menjadi tak lagi realis. Dan di situlah letak keindahannya. Se­
               tiap seni golek dan boneka yang realis akan tampak kekanak­
               kanakan.  Tapi  wayang  kulit  Jawa  mengatasi  infantilitas  itu
               justru karena meninggalkan bentuk realisnya. Karena ini pu­
               la  wayang  Jawa  bisa  menampung  filsafat  yang  lebih  luas
   93   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103