Page 93 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 93
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar,
untuk apa selain dibuang dan diinjakinjak orang?”
“Oh ya,” sahutku membantah. “Siapa suruh kita jadi
garam?”
Tapi ia selalu bisa membalik aku menjadi kakitangan
argumennya.
“Hoho! Kalian cuma duabelas. Mau jadi apa kalian kalau
bukan jadi garam, atau mungkin sasa saja? Jelas kalian tak bisa
jadi nasi.”
Jancuk.
“Mono Sodium Glutamat, sedikit tapi cukup untuk menipu
rasa dan barangkali membuat kerusakan jangka panjang. Arti
fisial. Lagi pula, MSG tak pernah bisa menggantikan garam.
Setiap kita adalah garam dalam kekhususan masingmasing.”
Mata dan suaranya yang berbinar rupanya mulai memberi
sinar baru pada pekerjaan kami yang tak dihargai kebanyakan
orang. Kulihat temantemanku mulai hanyut oleh gambaran
bahwa ternyata segerombolan pemanjat ini juga bisa berperan
dalam keselamatan dunia. Bahwa menjadi terpilih dan teruji
tidak serta merta menjadi penakluk alam dengan tenaga yang
diarahkan ke luar seperti petinju kelas berat. Menjadi terpilih
dan teruji adalah menjadi seperti satria dan samurai, seperti
pendekar pertapa, yaitu mereka yang mengarahkan tenaganya
secara seimbang ke dalam dan ke luar. Yang menaklukkan
dirinya lebih dulu ketimbang menaklukkan dunia luar. Orang
orang demikian memiliki serabut otot yang kuat namun halus,
bukan ketulan otot bergumpalgumpal. Orangorang demikian
tidak berbadan gempal, melainkan pejal. Inilah tubuh peman
jat. Tubuh kami. Ramping liat.
Temantemanku mulai terbawa. Akulah yang paling men
coba bertahan dari khotbahnya. Sebab, aku yang menjadi
korban pertama jika ia berhasil. Seperti sudah kuduga, Parang
Jati menutup pidatonya dengan ajakan agar kami mengubah
3