Page 219 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 219
Segitiga
pada saaT iTu aku belum bisa berjarak untuk menganalisa
diri. Umurku masih duapuluh. Aku belum mampu mengetahui
bahwa aku terlalu memuja kegagahan hingga aku tidak toleran
pada kelemahan. Kelemahan, ketololan, takhayul adalah hal
yang menjengkelkan atau hanya pantas diterima untuk diter
tawakan. Seperti seluruh parade paranormal malam itu. Marja
jauh lebih lapang dan tidak penuntut. Ia membimbingku ke
akhir antrian dan menemaniku, sementara aku cemas jika
aku tak bisa menyembunyikan rasa ibaku pada Parang Jati,
yang dulu kukagumi, yang kini masih mengenakan wig. Tapi,
yang lebih mencemaskan aku adalah jika sahabatku iba pada
dirinya sendiri. Jika aku melihat kesedihan di matanya seperti
yang kutangkap tadi, aku sungguh tak tahu apa yang harus
kukatakan kepadanya.
Antrian semakin pendek. Di tujuannya sahabatku berdiri
bagaikan pengantin, dengan seorang wanita cantik yang tiga
belas tahun lebih tua daripada dia. Tiga tuyul beriring di kaki
mereka, seperti bocahbocah pengiring mempelai. Sahabatku