Page 215 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 215
makhluk yang menyesakkan dada. Penampilan mereka mem
buyarkan konsentrasiku semula.
“Suzanna!” jeritku tertahan. “Itu! Perempuan itu pasti
Suzanna!”
“Hus! Bukan, ah!” sahut Marja setelah tertegun sesaat. Di
sikutnya rusukku. “Suzanna kan sekarang udah tua. Itu masih
muda, lagi!”
Tapi wanita itu sungguh mirip Suzanna dalam film Sang-
kuriang. Ia masih membelakangi penonton dengan tubuh
sintal terbalut kebaya putih. Ketika ia menoleh ke samping
menatap pasangannya yang berambut agak gondrong seperti
Clif Sangra, ia menampakkan profil Suzanna. Kulitnya terang
dan hidungnya bangir. Bibirnya mungil bergincu merah.
Juru acara: “Yah, inilah dia, pasangan sejati Sangkuriang
dan Dayang Sumbi. Diiringi oleh keluarga tuyul: Tuyul, Mbak
Yul, dan… Tuyul Boy!”
Kini aku yang ngakak. Taruhan, sebentar lagi pasti ada si
Tumang, ayah gelap Sangkuriang. Aku menarik tangan Marja
agar menyayangnyayang Tumangku.
Tapi, sedetik kemudian aku merasa bulu kudukku me
remang.
Itulah detik ketika tiga tuyul berlompatan ke atas pang
gung. Tiga makhluk kecil setinggi lutut. Mereka jejumpalit
dalam akrobat asalasalan. Tapi aku terlanjur mengenali sa
lah satunya. Makhluk kecil berkulit poleng dengan dahi ber
taruk dan mata melotot. Togtogsil, ataukah anak yang mati
tersambar petir. Dialah yang kulihat di Watugunung. Dialah
yang mengejutkan aku di makam Kabur, dan yang kulihat
melambai kepada Parang Jati.
Dalam pertunjukan paling tolol yang pernah kutonton
ini, lelaki Sangkuriang itu membalik badan dan aku merasa
bahwa tengkukku mengerenyit menjelmakan cangkang keras.
Tanganku menjadi dingin. Ketololan tontonan ini berubah
20