Page 218 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 218
membuka di muka penonton rahasia yang bahkan ia tak ingin
aku ketahui.
Aku menelan ludah dan merasa bahwa air mataku akan
menetes. Matanya yang dulu nyaris bidadari telah meninggal
kan aku. Ia melanjutkan pertunjukannya. Ia melakukan pull up
dengan masingmasing jarinya pada kawat yang direntangkan
para pesilat. Para tuyul bergandul di kakinya. Ia begitu kuat.
Seharusnya aku menjadi maklum bahwa dengan sendirinya
ia adalah pemanjat yang gawat. Seharusnya aku bisa menjadi
bangga. Seharusnya tak perlu ada yang membuat aku malu. Tapi
pengetahuanku bahwa ia merahasiakan sesuatu dari aku, dan
kini aku melihat rahasia itu terdadah dalam sebuah tontonan
murahan, kukira itu yang membuat aku menangkupkan tangan
pada mulutku. Karena itu mata bidadarinya kini meninggalkan
aku.
Tangan Marja pada si Tumangku terasa mengganggu.
Kutepiskan ia. Ia mengerti.
Aku ingin melarikan diri dari tempat ini ketika sirkus
selesai dilanjutkan oleh sesi foto bersama. Penonton boleh
berfoto dengan tokoh yang mereka inginkan dengan membayar
sejumlah uang. Dua lelaki pesilat membuka kios karcis. Be
berapa keluarga mau berfoto dengan Sangkuriang dan Dayang
Sumbi, dan mereka meminta sahabatku memamerkan tangan
nya. Sepasang tangan dengan duabelas jari. Sebab, bukankah
ini pertunjukan makhluk aneh. Mereka mau berfoto dengan
manusia berjari duabelas sebagaimana mereka berfoto dengan
gendruwo, manusia pohon, manusia gajah, manusia gelem
bung, ataupun keluarga tuyul.
Aku ingin segera pergi. Tapi Marja melarang aku un
tuk melarikan diri. Ia menyuruhku untuk bersikap wajar. Ia
menyuruhku untuk berpurapura tidak ada apaapa. Ia me
nyuruhku untuk bangga.
20