Page 221 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 221

Aku tak lagi melihat mata­polos­nyaris­bidadarinya yang
                 cantik.  Malam  itu  tak  kutemukan  wajahnya  yang  inosen,  air
                 muka  yang  mampu  mengajukan  pertanyaan­pertanyaan  naif
                 mematikan, sorot mata yang seolah malaikat jatuh dari langit
                 bersih.  Malam  itu  aku  melihat  wajah  seorang  pelacur  yang
                 penuh peluh, letih, dan berbilur. Tapi ia sahabatku. Aku ingin
                 menyeka wajahnya.
                     Tiba­tiba  di  matanya  aku  melihat  perubahan  membersit
                 seperti kilat. Kedalaman yang rentan kini telah mengatupkan
                 diri.  Aku  melihat  yang  belum  pernah  kulihat  pada  matanya.
                 Kilatan  kemarahan,  meski  sekejap.  Mata  itu  seperti  berkata
                 sinis  kepadaku.  “Tak  perlu  kau  kasihani  saya.  Kasihanilah
                 dirimu sendiri!”
                     Aku menelan ludah bersalah.
                     “Jangan kamu kira bapakku melakukan semua ini untuk
                 keuntungan. Jangan kamu kira bapakku tidak punya rencana
                 atas semua ini.”
                     Untuk  pertama  kalinya  di  hadapanku  ia  menggunakan
                 sebutan “bapak”.
                     Aku seperti mendengar suara cambuk meletus dari sebuah
                 arah. Aku seperti melihat ia bergidik jeri. Seperti seekor anjing
                 mendengar hardikan majikan. Setelah itu ia tegak kembali dan
                 berkata  padaku,  “Saya  harus  pergi.”  Ia  membalik  badan  dan
                 meninggalkan aku.
                     Ia  begitu  dingin.  Ia  bahkan  tak  menyebut  namaku  atau
                 mengatakan  sampai  ketemu  lagi.  Dengan  aneh  aku  merasa
                 takut bahwa kami tak akan bertemu lagi. Bahwa ia meninggal­
                 kan  aku.  Aku  merasa  seperti  telah  melukai  kekasih  begitu
                 dalam  sehingga  ia  tak  bisa  memaafkan  aku.  Ia  berkata,  saya
                 harus pergi, dan aku takut bahwa ia tak akan kembali lagi.
                     Marja memelukku dan berkata, “Jangan berlebihan, Yuda.”
                     Aku menggigit bibir.

                                            *


                                                                        211
   216   217   218   219   220   221   222   223   224   225   226