Page 222 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 222
Pada hari ketiga setelah malam itu, telepon selularku
berdering. Aku terlambat mengangkatnya sehingga panggilan
telah terputus ketika aku tiba. Aku berdebar melihat nomer
Parang Jati muncul di layar. Aku mengutuki diri karena
pulsaku habis. Aku marah bahwa Marja pergi menggunakan
motor. Aku terpaksa menyalakan Landroverku yang batuk dan
tidak lincah di dalam kota. Di kios pulsa aku geram lantaran
handponku ketinggalan. Pulsa elektronik sudah masuk tapi
aku tak bisa menggunakannya sekarang juga. Bagaimana jika
ia tadi menelepon lagi. Bagaimana jika ia mengira aku tak
mau mengangkat panggilannya. Aku mau meledak sebab aku
tak mau kehilangan sahabatku, dan jika sekarang ia sedang
dalam keperluan darurat sementara aku tak bisa menjawabnya
barangkali aku akan kehilangan jejaknya. Atau barangkali
sesuatu terjadi padanya.
Ketika aku tiba kembali kulihat motor telah terparkir.
Marja telah pulang. Akan kumarahi ia karena tak minta izin
memakai motorku. Ketika aku membuka pintu kamar kulihat
Marja sedang duduk berbincang santai dengan seseorang.
Tamu itu, Parang Jati. Ia berselonjor pada lantai, bersandar
pada dinding. Aku menatap dia dan merasa matakulah yang
kini berbinar.
Matanya sendiri merpati letih. Ia berkata padaku, “Boleh
kah saya menumpang di sini malam ini?”
Marja menjawab, “Tentu boleh.”
Malam itu ia tidur di atas kantong tidurku. Kami mende
ngar ia mendengkur lembut bagai bayi. Dan ia tinggal bersama
kami lima hari lagi. Pada malam terakhir, kutemukan kami
tidur membentuk segitiga. Tibatiba aku teringat ramalan
dukun tarot itu.
Akan ada cinta segitiga.
212