Page 227 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 227
Karena ini pula mereka berkeras bahwa tradisi mereka lebih
tua daripada upacara Bekakak di gunung Gamping Yogyakarta.
Sebab mereka menggunakan tarikh Jawapurba, sementara
Bekakak menggunakan tarikh JawaIslam. Sajenan jatuh pada
bulan Sadha, sementara Bekakak jatuh pada bulan Sapar.
Maka, waktu itu berakhirlah bulan Sadha. Bulan pertama
telah kembali. Bulan ketigabelas, di mana sesuatu menjadi
satu kembali. Air surut di beberapa lubuk. Pohon kapuk tua
mulai meretaskan buahnya, melayangkan serabut kapas putih
bersama angin. Suhubudi bergegas sendirian ke arah bukit.
Seperti biasa, ia mengenakan kain sorjan dan blangkon. Ia
menyingsingkan kainnya agar dapat melangkah lebih lebar. Ia
mendaki sepanjang jalan berliku dan berhenti di mataair yang
berpusaran dan tak pernah kering. Lubuk ketigabelas, atau
yang dinamai Sendang Hu, atau Sendang Hulu, di mana dahulu
ada burung hantu jelmaan nyai penjaga mataair dan bunga
bunga, burung yang bernyanyi hu hu.
Seorang perempuan tampak telah berdiri di sana. Ia
mengenakan kebaya sederhana dan rambutnya yang hitam
digelung tanpa sasak. Wanita itu masih menampakkan raut ayu
berwibawa, meskipun usianya telah mendekati limapuluh. Ia
sedang menatap ke paras air dekat kakinya. Ia menoleh ketika
Suhubudi tiba.
“Inilah putranya,” katanya pada Suhubudi. Keempat jari
nya menunjuk sementara bujarinya terlipat ke dalam.
Tersangkut dekat lumut pakis dan bebatu sebuah keran
jang dari serat pandan. Di dalamnya ada seonggok bayi lelaki
yang masih merah. Manyar mengambilnya dan menggendong
nya di dada. “Dia anakku,” katanya sambil tersenyum kepada
Suhubudi. Semua orang di Watugunung tahu bahwa wanita
itu tak pernah mengatakan sesuatu yang kasat dalam senyum.
Jika ia bicara apa adanya, itu artinya dia dalam keadaan marah.
Manyar mengambil tangan si bayi, membiarkan jemari mungil
21