Page 230 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 230
Karena itu kau barangkali akan teringat kisah kelahiran Siung
Wanara, sesosok bayi yang ditemukan dalam peti yang larung di
sebuah sungai yang disebut Karawang. Peti itu ditemukan oleh
seorang nelayan yang sedang mencari ikan di tepian sungai.
Dari selasela katupnya tampak cahaya mencoba menembus ke
luar. Lelaki itu membuka tutup peti. Tampak bayi di dalamnya,
tampan bersinar seperti purnama. Begitu elok bocah itu,
sehingga ia pastilah bukan anak orang kebanyakan. Dia pasti
lah putra raja. Anak itu, yang dibesarkan di hutan, kemudian
diberi nama Siung Wanara—seperti nama burung dan binatang
kera yang menjadi teman mainnya di wana. Sebab siung adalah
burung, wana adalah hutan, dan wanara adalah kera, dia yang
menghuni hutan.
Kelak kemudian hari aku ingat, bahwa kisah Siung Wanara
bersesambung dengan riwayat bermulanya Kerajaan Majapahit
dalam sebuah versi Babad Tanah Jawi. Babad bukanlah
buku sejarah modern, melainkan sejarah kerajaan yang kepen
tingannya adalah menaikkan pujapuji. Dan janganlah kau
artikan sebagai bualan, atau tipuan, atau isapan jempol belaka.
Yang demikian itu sikap fasis modernis. Seperti dalam kitab
suci, dalam babad makna lebih penting ketimbang kebenaran
data. Seperti Manyar sang juru kunci mataair menerima bayi
yang diapungkan di lubuk, tak penting bagi dia siapa sesung
guhnya yang telah meletakkan bayi itu atau apakah itu sung
guhsungguh bayi. Yang penting adalah bagaimana dia membe
ri makna kepadanya. Memberi nama adalah memberi makna.
Membikin cerita adalah memberi nama.
Dongeng ini pernah dikisahkan Parang Jati kepadaku di
hari pertemuan kami dulu: Bayi yang kemudian diberi nama
Siung Wanara adalah anak seorang raja dari salah satu selirnya.
Sri paduka adalah Raja Pajajaran yang gemar membikin taruh
an, seperti diriku. Paduka membikin permainan taruhan de
220