Page 235 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 235
kali aku hanya bisa samarsamar memahami dia melalui juru
tafsirku, Parang Jati. Kepada juru tafsirku Nyi Manyar agaknya
lebih banyak menampakkan sisi ibu dirinya.
Inilah yang kubayangkan tentang dirinya ketika ia mene
mukan bayi dalam keranjang yang tersangkut di bebatu sen
dang yang berlumut:
Sesosok bayi dikirimkan kepada dia. Ia memandang
mandangi bocah itu. Mata kecilnya yang bidadari. Jarinya
yang lebih banyak daripada manusia biasa. Bayi ini mesti
menjadi anak pandai. Tapi dunia sekarang telah menjadi
sangat sengkarut, ia tahu. Ilmu yang didapat dari ngelmu
saja tak lagi cukup untuk menyelesaikan persoalan dunia. Nyi
Manyar sendiri memiliki ilmu, yang diperolehnya dari alam
raya dan laku tapa. Ilmu yang mengalir dalam darahnya. Tapi ia
tahu ilmu demikian tak cukup. Tak cukup pula untuk menjaga
jagad alit mereka, yaitu saujana perbukitan batu di hadapan
laut Selatan ini.
Nyi Manyar melihat ke depan: penggerusan bebatuan di
bukit ini semakin rakus dan perkasa. Tak hanya orangorang
desa yang menambang kecilkecilan, untuk kebutuhan sendiri,
dengan tobongtobong kurus bersahaja. Orangorang desa yang
selalu mengadakan Sajenan raya sebelum penambangan kecil.
Kini, dinamit mulai meledak di sanasini. Traktor penggaruk
mulai bekerja di kaki bukitbukit. Truktruk pengangkut batu
mulai keluarmasuk jalanjalan desa, merusakkan jembatan
jembatan. Kepada siapa batubatu dibawa, orang desa tak tahu
lagi. Batubatu kini dipersembahkan kepada sosok yang tak
berwujud tak bernama di kotakota di balik gunung. Tak seperti
dulu lagi ketika orang masih tahu bahwa batu yang diambil
dari sini berguna untuk membangun keraton bagi sultan
yang mereka junjung atau jembatan yang akan mereka lewati.
Untuk semua itu, ilmu Nyi Manyar sang juru kunci mataair
22