Page 239 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 239
sebuah keranjang tikar pandan tersangkut di bebatu berlumut.
Seonggok bayi lagi, ia memastikan dengan membuka tudung
keranjang itu. Selimutnya flanel hijau muda. Keranjang itu
sama dan bayi itu serupa dengan yang ia dapati tiga tahun lalu.
Tapi ia tak menemukan mata bidadari. Mata bayi itu nyalang
penuh kemarahan.
Nyi Manyar tersengat mundur sejenak. Tahulah Nyi
Manyar bahwa bayi itu telah sejak kemarin diletakkan di mata
air. Ia telah menahan semalam lapar, sendiri, dan ketakutan.
Lantaran Nyi Manyar pergi merayakan upacara mengangkat
anak bocah Parang Jati, ia lalai memberi kunjungan kepada
mataairmataair desa. Dan bayi itu harus menunggu satu
malam sebelum ia datang menjemputnya. Air menitik dari
mata kanan perempuan itu. Nyi Manyar meminta maaf dan
berkata bahwa tak ada yang datang kepadanya hari lalu untuk
memberi tandatanda. Dengan api di matanya bayi lelaki itu
berkata bahwa tandatanda itu ada tapi Nyi Manyar terlalu
gembira dengan si anak sulung sehingga tak mendengar jerit
tangisku, si anak bungsu.
Nyi Manyar segera mengambil anak itu dan memeluknya
di dada. Ia sedih bahwa pengetahuan pertama yang tertanam
pada kesadaran paling purba si anak adalah ini: bahwa ia di
buang ditinggalkan. Bahwa ada kangmas yang disayang orang
sehingga ia tak segera ditengok. Nyi Manyar sedih bahwa rasa
tak aman telah membentuk lapisan paling bawah pengalaman
si anak. Ditimangnya si bocah dan disimaknya tangantangan
mungil itu. Lima jari lembut kecil pada setiap telapaknya me
remasremas seperti merindukan susu. Ia berjari tangan sepu
luh, tak seperti kangmasnya. Lima jari di setiap telapak lembut
sempurna.
Nyi Manyar menyuruh si Burung Siung yang bertengger di
ranting pohon maja untuk terbang dan memanggil Suhubudi
lagi.
22