Page 213 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 213
Klan saduKi TaK perCaya hidup seTelah maTi!
“Kami tak makan darah. Kami tak makan daging. Kecuali
darah daging mereka yang merusak alam keramat.” Terdengar
deklamasi gendruwo betina. Pada penghabisan bait, gendruwo
jantan mengulangi mantra yang terdengar bagai refren. Klan
Saduki tak percaya hidup setelah mati. Perlahanlahan ritme
terbentuk dari pengulanganpengulangan. Ia bermadah me
ngenai bangsa gaib yang hidup sebagai pemelihara alam raya.
Siluman yang semayam di danau. Mambang yang menjaga
mataair. Gendruwo yang merawat tebing dan goagoa. Tuyul
tuyul yang mencuri kekayaan agar manusia tahu batas dan
berbagi. Wewegombel yang menculik orang agar mereka men
dapat pelajaran. Kuntilanak yang menculik anakanak agar
bangsa manusia tak memenuhi bumi dalam laju pertumbuhan.
Kami tak makan darah. Kami tak makan daging. Kecuali darah
daging mereka yang merusak alam keramat.
Perlahan refren mengambil ritme sembilan ketukan.
Klan/Saduki/takpercayahidupsetelahmati/
Klan/Saduki/takpercayahidupsetelahmati/
Perlahan, mantra itu bergabung dengan musik rap etnik.
Asap dry ice merayap lambatlambat, lalu bergumpalgumpal
memenuhi panggung. Suasana beralih dari magis mengerikan
menjadi pop etnik. Rasa sihir masih tersisa lewat refren
yang bagaikan mantra, diucapkan oleh serombongan pemuda
pemudi berpakaian hitamhitam yang tibatiba merangsek
panggung. Gamelan berpadu band elektronik. Pemudapemudi
itu menarikan koreografi paduan gerakan kontemporer, silat,
dan tari kecak. Penonton sepenuhnya bangkit dari rasa takut,
memasuki rasa terhiburtergelitik.
Terdengar seruan sang juru acara. “Inilah dia rapper kita!
Iwa Ka..wi…!”
203