Page 208 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 208
Marja menyeret aku kepada seorang ibu pembaca tarot
yang menawarkan konsultasi di kios terbuka. Kartu Marja
dibaca.
“Akan ada cinta segitiga,” ramalnya.
Kekasihku tertawa sementara aku mendugaduga. Seka
rang giliran dia, Marja menunjuk padaku. Kartuku dibaca. Sang
dukun menganggukangguk senang.
“Akan ada cinta segitiga,” ramalnya.
“Kalau begitu kita seri,” kata Marja.
Aku tak peduli.
Orangorang berdengung dan lalulalang. Kioskios ter
buka terletak di sebelah dalam, mengelilingi sebuah panggung
di pusat kubah. Suasana balairung seperti dalam sebuah tenda
sirkus yang besar. Beberapa lampu sorot yang belum semua
menyala bergantung di rusukrusuk seperti kelelawar besi
raksasa. Lampulampu neon panjang yang cahayanya bergetar
pada masingmasing kios. Lampulampu pijar dengan kain
merah oranye yang berkibarkibar oleh kipas angin kecil di
bawahnya berjajar seperti oborobor menuju panggung. Pang
gung itu bagaikan sebuah arena dari masa ketika manusia
masih mempersembahkan manusia dalam sebuah perayaan
berdarah.
Seorang MC mengundang pengunjung untuk duduk di
bangkubangku di depan panggung. Sebentar lagi, katanya
dengan suara melolong, sebentar lagi akan kita saksikan aksi
dari Saduki Klan! Dari brosur yang kuterima di pintu masuk,
aku tahu bahwa Klan Saduki adalah “tigabelas manusia unik”.
Dari foto yang terpampang di sana aku segera tahu, ini adalah
sejenis freak show atau sirkus manusiamanusia aneh.
Inilah pertunjukan paling bodoh yang bisa kutonton.
Mari!
1