Page 209 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 209
Cahaya di kubah balairung mendadak padam. Orang
orang menjerit pelan. Lalu sebuah lampu sorot menyala redup
kemerahan, mengarahkan pandangan ke sebuah bidang kecil
pada panggung. Gamelan berbunyi dengan gong yang repe
titif. Lalu, muncullah Sang Manusia Gajah. Sosok itu berjalan
sedih. Lampu sorot kedua menyala dalam terang kuning pu
tih, memperjelas wujud makhluk di atas panggung. Ia me
miliki belalai. Serta sepasang gelambir dari pipinya yang
mengingatkan kita pada telinga gajah. Ia mengenakan pakaian,
sejenis baju gamis yang longgar. Tapi dari jatuhnya gaun itu
kita tahu bahwa di baliknya adalah gelambirgelambir daging
tanpa bentuk. Aku dan Marja tertegun. Sang manusia gajah
menatap kosong ke depan, dengan matanya yang kecil nyaris
tertimbun daging. Ia berputar dan menempati sebuah pedestal
di pinggir arena.
Pembawa acara memanggil manusia kedua seperti me
manggil seorang petinju yang akan diadu. Inilah dia Sang
Manusia Gelembung. Sorot lampu berpindah kepada sosok
yang baru naik ke atas panggung. Perempuan itu seluruh
permukaan tubuhnya ditumbuhi gelembunggelembung. Ia
mengenakan pakaian putih berendarenda yang secara baik
berpadan dengan tekstur kulitnya. Ia mengeluarkan sebuah
botol kecil dengan pengaduk dari saku roknya. Mulailah ia
meniup dari pengaduk itu air sabun yang segera menjadi
gelembunggelembung indah bertaburan di udara. Berwarna
pelangi.
Sosok ketiga adalah Sang Manusia Badak. Ia sesungguhnya
menyerupai manusia gajah. Hanya saja gelambirnya lebih
pendek dan ia memiliki tumpukan daging keras di dahinya
menyerupai tanduk. Masingmasing menempati pedestal yang
telah disediakan. Yang keempat adalah Manusia Pohon yang
kaki tangannya ditumpuhi cecabang. Aku dan Marja duduk
dengan punggung kaku.
1